Sri Mulyani : Resesi di Depan Mata, Waspada 2023

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. (Jawapos)

JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati membeberkan sinyal bahwa ekonomi dunia berpotensi mengalami resesi pada 2023. Sinyal kuat ditandai dengan tren kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan hampir banyak negara di dunia secara bersamaan.

“Kita melihat semua negara bank sentralnya melakukan response policy dengan menaikkan suku bunga cukup ekstrem bersama-sama, maka dunia pasti resesi pada 2023,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (26/9).

Bacaan Lainnya

Lebih lanjut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu membeberkan sinyal resesi ditunjukkan dengan suku bunga acuan di Inggris sebesar 2,25 persen atau naik sebesar 200 basis points (bps). Brasil menaikkan suku bunga 450 bps. Bank sentral Meksiko mengerek suku bunganya 300 bps.

Kemudian, bank sentral India menaikkan suku bunganya 140 bps, Indonesia menaikkan suku bunga 50 bps. Lalu, bank sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunganya 75 bps, sementara di Eropa sebesar 125 bps. “Ini adalah suatu kenaikan sangat ekstrem. Padahal biasanya Eropa merupakan negara yg sangat rendah dari sisi policy rate-nya,” ujar Ani, sapaan Sri Mulyani.

Sinyal resesi lainnya, lanjut Ani, adanya inflasi yang tinggi. Inflasi yang tinggi dibarengi dengan kenaikan suku bunga acuan berpotensi membuat kinerja perekonomian dunia mengalami pelemahan.

Ia mencatat, pelemahan ekonomi mulai terlihat dari ekspansi purchasing managers index (PMI) manufaktur global yang terus melambat ke 50,3 pada Agustus 2022. Hal ini sekaligus menjadi level terendah dalam 26 bulan terakhir.

Beberapa negara utama tercatat PMI manufakturnya mengalami kontraksi pada Agustus 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Seperti Eropa yang kini di 49,6, lalu Tiongkok di 49,5, serta Korea Selatan di 47,6.

Sementara beberapa negara lainnya mencatatkan PMI manufaktur yang melambat pada Agustus 2022 dibandingkan bulan sebelumnya. Seperti India yang sebesar 56,2, lalu AS, dan Jepang yang masing-masing sebesar 51,5, serta Malaysia sebesar 50,3.

Sedangkan beberapa negara yang PMI manufakturnya mengalami akselerasi atau berada di level ekspansif dibandingkan bulan sebelumnya, yakni Thailand yang kini sebesar 53,7, lalu Vietnam di 52,7, serta Indonesia dan Rusia yang masing-masing di 51,7.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *