KH Miftachul Akhyar Siap Mundur Dari Jabatan Ketua Umum MUI

Miftachul Akhyar
KH Miftachul Akhyar saat menghadiri Halaqah Ulama dan Umara yang diselenggarakan MUI Kabupaten Gresik di Aula Masjid Agung Gresik, Sabtu (8/1). (MUI Gresik for Jawa Pos)

JAKARTA — Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar akhirnya buka suara tentang polemik rangkap jabatan sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Saat hadir di acara Halaqah Ulama & Umara yang digelar MUI Kabupaten Gresik hari ini (8/1), dia menyatakan kesiapannya untuk mengundurkan diri.

‘’Kalau sekarang disuruh mundur, jangankan MUI, diminta (mundur sebagai) Rais Aam pun, saya serahkan. Saya tidak ada kepentingan,’’ ujarnya.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya, pengasuh Ponpes Miftashussunnah Surabaya itu menceritakan, dukungan agar dirinya tetap di MUI memang banyak. Baik dari berbagai pengurus wilayah (PW), berbagai MUI provinsi, bahkan di pusat pun meminta untuk tetap menjabat sebagai ketua umum MUI. ‘’Sebetulnya tidak ada pelanggaran, AD ART di NU,’’ ujarnya.

Apalagi, kebijakan itu sejak zaman KH Sahal Mahfudz dan KH Ma’ruf Amin juga sudah berlaku. Keduanya, juga rangkap jabatan sebagai Rais Aam PBNU sekaligus ketua umum MUI.

Bahkan, lanjut Kiai Miftach, dirinya menerima sebagai ketua umum MUI tersebut setelah dirayu hampir selama dua tahun. ‘’Saya tolak, saya katakan tidak. Tapi, setelah kira-kira satu tahun lebih, ada utusan PBNU menyampaikan salam dari Panglima TNI dan Kapolri, waktu itu dijabat Pak Hadi dan Pak Tito. Saya tanya, apa kirim salamnya? Dijawab, nagih janji. Saya bilang, saya janji apa,’’ ungkapnya.

Waktu itu, Kiai Miftach memilih tetap diam saja. Dia tidak bilang mengiyakan juga tidak menyatakan menolak. ‘’Saya menjadi pendengar yang baik,’’ ujarnya.

Sampai titik waktu tanggal 24 November 2020, munas MUI dilaksanakan. Dia pun diminta untuk datang ke Jakarta. Namun, pada tanggal tersebut dirinya tidak bisa karena ada acara menikahkan santri. ‘’Bukan menikahi santri. Saya tidak bisa tanggal 24. Akhirnya, tanggal 25 munas,’’ katanya.

Dia pun pergi ke Jakarta dan mampir ke kantor PBNU dulu sampai sesudah Isya. Sekitar pukul 22.00 WIB, dirinya baru ke Hotel Sultan tempat pelaksanaan munas MUI berlangsung.

‘’Waktu itu sudah pleno untuk pemilihan. Saya di kamar saja, nanti sudah terpilih, saya akan turun. Rupanya, panitia kelupaan, setengah dua saya dijemput ke kamar,’’ lanjut Kiai Miftach.

Panitia menyampaikan sudah ada nama yang terpilih sebagai ketua umum MUI. ‘’Saya tanya, siapa yang terpilih? Jawab panitia, ya Pak Kiai,’’ ceritanya.

Malam itu, Kiai Miftach pun sempat bimbang. Kalau amanah itu ditolak, maka dirinya tidak mau dituduh orang yang melakukan bidah di NU. ‘’Kiai Sahal diterima, Kiai Ma’ruf diterima, juga merangkap. Kalau saya tolak, maka pelaku bidah pertama. Saya tidak sanggup mendapat tuduhan itu. Akhirnya, dengan berat hati saya terima,’’ paparnya.

Dia menambahkan, ketika menerima amanah sebagai ketua umum MUI itupun semua susunan kepengurusan sudah terisi. Mulai pengurus harian hingga dewan pertimbangan. Tinggal satu yang belum, yakni wakil sekretaris.

‘’Hanya satu yang sempat saya mengisikan. Saya tidak banyak mengenal pengurus sebelumnya yang dipilih itu siapa, masuk sudah diisi,’’ ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *