IPW Desak Polda Metro Bebaskan Aktivis Greenpeace

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso di Gedung Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (9/8/2023). (Ilham Kausar).
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso di Gedung Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (9/8/2023). (Ilham Kausar).

JAKARTA — Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk membebaskan 12 orang aktivis Greenpeace Indonesia yang ditangkap saat melakukan aksi protes di Bundaran Hotel Indonesia, Jumat (6/10).

Menurut Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, penangkapan 12 aktivis Greenpeace Indonesia oleh Polda Metro Jaya melanggar hak asasi Manusia (HAM).

Bacaan Lainnya

“IPW mendesak Kapolda Metro Jaya membebaskan para aktivis yang ditangkap dan menghentikan kriminalisasi terhadap pihak yang menyampaikan pendapat di muka umum,” kata Sugeng dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Anggota PERADI itu menjelaskan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional yang telah diratifikasi menjadi hukum positif di Indonesia.

Bahkan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 i ayat 4 UUD Tahun 1945.

Sementara pada Pasal 5 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, mengatur bahwa: warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum, termasuk di dalamnya jaminan keamanan.

“Oleh karena itu, penangkapan sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia yang menggelar aksi dan menyampaikan pendapat di muka umum oleh Kepolisian Sektor Metro (Polsektro) Menteng, Polres Metro Jakarta Pusat, Polda Metro Jaya jelas merupakan pelanggaran HAM,” katanya.

Sugeng menegaskan kriminalisasi terhadap hak menyatakan pendapat bisa kontraproduktif dengan upaya negara dalam mempromosikan Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia kepada dunia internasional.

Apalagi, Polri sebagai anak kandung reformasi yang membebaskan Polri dari watak militeristik dan pengaruh kemiliteran melalui UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), harusnya menjadikan Polri sebagai tonggak dalam mengawal tegaknya prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia dengan meninggalkan karakteristik atau budaya kekerasan, represif dalam penegakan hukum.

“Terutama terhadap masyarakat atau pihak-pihak yang menyatakan pendapat di muka umum,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *