Ini Tiga Alasan BPOM Kenapa Pelabelan BPA itu Penting Dilakukan

Hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK
ILUSTRASI. Hasil pengawasan BPOM terhadap kemasan galon AMDK menunjukan migrasi BPA di bawah 0,01 bpj dari batas aman 0,6 bpj. (Istimewa)

DEPOK —  Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rita Endang mengungkap tiga alasan kenapa pelabelan senyawa Bisphenol A (BPA) pada produk air minum dalam kemasan (AMDK) peting dilakukan. Tiga alasan tersebut merupakan revisi peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang label pangan.

Ketiga alasan tersebut pertama menyangkut soal penyimpanan, jangan sampai produk AMDK ini disimpan dengan  sembarangan tentu harus ditempat bersih, sejuk dan terhindar dari panas dan cahaya matahari langsung serta benda-benda berbau tajam.

Bacaan Lainnya

Kemudian yang kedua AMDK yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat wajib mencantumkan tulisan “Berpotensi menggandung BPA”. Hal tersebut agar secara tidak langsung bisa menedukasi masyarakat dengan ada tulisan berpotensi tulisan BPA.

“Kan ditulisnya adalah berpotensi mengandung BPA, jadi disana ada edukasi kepada masyarakat, dan kami berharap dengan adanya pelabelan ini bisa menumbuhkan inovasi para pelaku industri untuk memberikan galon yang aman bagi masyarakat, makanya disana ditulis berpotensi, “jelas Rita Endang dalam Expert Forum Inovasi Kemasan Plastik untuk Keamanan Konsumen di kampus Universitas Indonesia, Depok, Rabu (23/11/2022).

Untuk yang ketiga, AMDK yang beredar wajib menyesuaikan paling lama dua tahun sejak peraturan diundangkan. Artinya produsen tidak langsung dibebani dengan aturan tersebut. Kalau ditanya apakah pelabelan ini adalah upaya menutup produksi Polikarbonat, dirinya menegaskan sama sekali tidak akan merugikan.

“Perlu digaris bawahi, bahwa pelabelan BPA ini bukan untuk melarang pengunaan galon Polikarbonat, sehingga kalau ada yang menyampaikan ini bisa menimbulkan kerugian, tentu saya tidak melihat itu, “terangnya.

Dirinya berharap dengan adanya pelabelan BPA ini, adalah bentuk dari antisipasi pemerintah dalam melindungi masyarakat, agar jangan sampai menunggu ada kasus dahulu baru bergerak. Menurutnya, pelebelan ini juga dikhususkan kepada AMDK yang sudah memiliki izin edar dari BPOM, jadi air minum isi ulang tidak termasuk didalamnya, karena mereka sudah diawasi sendiri oleh pemerintah.

“Dengan adanya pelabelan ini tentunya kami harapkan adanya inovasi dari produsen agar menciptakan kemasan yang aman, penting sekali pengaturan inovasi seperti ini. Pasalnya dapat menibulkan kompetisin sehat sesama pelaku usaha yang menguntungkan masyarakat. Galonya menjadi bagus, dan harganya akan turun, itu jelas menguntungkan masyarakat, “jelasnya.

Sementara untuk labelanya sendiri bisa ditempelnya secara permanen, atau dicetak dan lainnya. Hanya jelas BPOM berharap pelabelan itu tetap dilaksanakan oleh produsen dalam menjaga masyarakat dalam bahaya BPA. Hal ini juga tentunya sudah mendapatkan dukungan dari DPR RI, Komnas Anak dan lembaga lainnya yang mendukung kebijakan untuk pelabelan BPA pada AMDK.

“Kami berharap, keamanan terhadap BPA untuk masyarakat dalam hal ini kosumen benar-benar bisa terwujud. Makanya kami BPOM menilai bahwa regulasi yang harus dilakukan produsen dalam pelabelan BPA sudah tetap agar masyarakat mendapatkan haknya, “tegasnya.

Dirinya menilai, BPA merupakan senyawa terindikasi mengandung penyakit tidak menular dan kerap ditemukan pada air kemasan galon. Untuk itu, jadi alasan pihaknya merevisi peraturan nomor 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan.

“BPA ini bukan persoalan nasional, tapi sudah persoalan global. Persoalan yang di berbagai negara sudah diatur seperti di Prancis, Brasil, Colombia dan negara maju.  Jadi ini persoalan global yang harus ditangani,

Lebih lanjut dirinya mengatakan, senyawa BPA memiliki risiko yang mampu menyerang anak-anak hingga dewasa. Terlebih, hasil uji migrasi BPA pada galon AMDK tahun 2021-2022, tercatat  melebihi 0,6 bpj atau sebanyak 3,4 persen di sarana distribusi dan peredaran.

“BPA bekerja dengan mekanisme endocrine disruptor, khususnya hormon estrogen sehingga berkolerasi pada gangguan sistem reproduksi, kanker, ginjal, gangguan perkembangan otak,” tuturnya.

Antisipasi penyebaran senyawa BPA ini perlu diawasi oleh berbagai pihak dari pemerintahan hingga industri bahkan masyarakat. “Dalam undang-undang terkait dengan pangan, setiap mata rantai dari bahan baku produksi, di distribusikan sampai ke ritel jadi satu mata rantai. Tanggungjawab tiga  layer yaitu pemerintah, industri dan masyarakat,” ucapnya.

Menurutnya, melihat kualitas produk merupakan hal yang penting sebelum beredar dilapangan, dan evaluasi yang BPOM lakukan tentunya sangat ketat sekali. Mulai dari standar bahan baku apakah tercemar logal dan cemaran lain. Tetapi, setelah lolos izin edar produsen harus konsisten dalam mengawasi produknya.

“Pemilik atau produsen yang sudah mengantongi izin edar harus bertanggungjawab berdasarkan sesuai dengan janjinya saat memenuhi persyaratan izin edar. Dan kami berharap produsen juga harus benar dalam memberikan informasi kepada masyarakat, “jelasnya.

Kebutuhan AMDK Tinggi

Pengunaan galon BPA ini sudah menjadi trend, dengan adanya fenomena ini pemerintah harus melihat dari kaca mata permintaan soal air bersih. Berdasarkan data dari PUPR permintaan air bersih hanya di angka 20,69 persen, itu artinya telah terjadi penurunan permintaan masyarakat air bersih melalui jalur perpipaan. Sehingga terjadi kenaikan kebutuhan AMDK yang sangat tinggi.

Saat ini dirinya mencatat kebutuhan konsumsi AMDK di masyarakat sangatlah tinggi. Tentunya dengan adanya trend ini BPOM ada dan hadir untuk melindungi masyarakat disaat kebutuhan AMKD yang sangat besar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *