Ferdy Sambo Dituntut Seumur Hidup

Fedy Sambo
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup, pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (17/1).

JAKARTA – Persis 17 Oktober 2022 Ferdy Sambo menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Tiga bulan berselang, pada Selasa (17/1) mantan jenderal bintang dua Polri itu duduk di kursi pesakitan untuk mendengarkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Pria yang pernah bertugas sebagai kepala Divisi Propam Polri tersebut dituntut dengan hukuman penjara seumur hidup.

Bacaan Lainnya

Sejak awal sampai akhir sidang, Sambo tampak tenang duduk di kursi terdakwa. Dia mendengarkan tuntutan yang dibacakan secara bergantian oleh jaksa.

Merujuk dakwaan serta berbagai fakta dalam sidang, jaksa meminta majelis hakim menyatakan Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama. ”Melanggar pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ungkap jaksa.

Selain itu, jaksa meminta majelis hakim menyatakan Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang melanggar aturan dalam pasal 49 juncto pasal 33 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa (Ferdy Sambo) dengan pidana seumur hidup,” tegas jaksa.

Dengan tuntutan tersebut, Sambo lolos dari ancaman hukuman mati yang juga diatur dalam pasal 340 KUHP. Pada tuntutannya, JPU membeberkan analisa yuridis dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Polisi Yosua Hutabarat.

Menurut para jaksa, Sambo secara sadar menyampaikan niat dan maksudnya untuk merenggut nyawa Yosua. Hal itu bisa dilihat dari perkataan Sambo saat memanggil Ricky Rizal di rumah pribadinya pada 8 Juli 2022.

Kala itu, Sambo sempat bertanya kepada Ricky. ”Kamu berani nggak tembak? dalam hal ini (tembak) korban Yosua Hutabarat,” ungkap jaksa.

Menurut jaksa pernyataan itu merupakan dolus directus. ”Bahwa penyampaian terdakwa Ferdy Sambo dengan tujuan menghilangkan nyawa orang lain dalam hal ini korban Yosua Hutabarat,” tambah jaksa. Tidak hanya itu, sebagai pribadi berpendidikan dan menyandang pangkat tinggi, Sambo tidak semestinya melanggar hukum.

Menurut jaksa, dengan pendidikan dan pangkat tersebut Sambo mestinya sadar terhadap potensi akibat atas tindakan dan perbuatan yang melanggar UU.

Lebih dari itu, jaksa menilai bahwa Sambo harusnya juga menyadari keterangan yang disampaikan kepada Ricky Rizal dan kemudian disampaikan juga kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) bisa mengakibatkan Yosa kehilangan nyawa.

Lebih lanjut, jaksa mengungkapkan, Sambo juga melakukan beberapa langkah lain untuk melaksanakan maksud dan tujuannya. Diantaranya memberikan satu kotak peluru tambahan kepada Eliezer, meyakinkan Eliezer aman meski bersedia menembak Yosua, menentukan lokasi penembakan, membuat dan menjelaskan skenario tembak-menembak secara berulang kepada Eliezer, dan mengambil senjata api yang biasa digunakan oleh Yosua saat bertugas.

Jaksa menilai, senjata tersebut diambil oleh Sambo untuk memuluskan rencana yang sudah dia buat. ”Agar saudara Yosua Hutabarat lebih mudah dieksekusi,” imbuh jaksa.

”Bahwa pelaksanaan kehendak, maksud, dan tujuan telah disusun oleh terdakwa Ferdy Sambo dengan rapi,” tambah jaksa. Hal itu bersesuaian dengan fakta hukum sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh Eliezer, Ricky, Kuat Ma’ruf, dan Putri Candrawathi dalam sidang.

Menurut jaksa, fakta-fakta yang muncul dalam sidang sudah memenuhi semua unsur yang tertuang dalam dakwaan. Karena itu, Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup tanpa satupun hal yang meringankan.

”Hal-hal yang meringankan tidak ada,” tegas jaksa. Usai menjalani sidang tuntutan kemarin, pekan depan majelis hakim menjadwalkan Sambo menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan pledoi atau nota pembelaan.

Atas tuntutan tersebut, Rasamala Aritonang sebagai salah satu penasihat hukum Sambo menyatakan bahwa tuntutan yang dibacakan oleh JPU kemarin tidak bersesuaian dengan fakta-fakta dalam sidang.

”Menurut kami (tuntutan) ini berjauhan dengan fakta yang sebenarnya terungkap pada persidangan,” kata Rasamala kepada awak media. Dia memastikan bakal mengungkap fakta-fakta itu secara utuh dalam sidang berikutnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *