Akibat PPKM Level, 32 Juta UMKM Gulung Tikar, OJK Bilang Begini ?

PPKM
Pedagang masker di kawasan Pasar Gembrong Baru, Jakarta Timur, Sabtu (19/9/2020). (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

JAKARTA -– Pandemi Covid-19 yang diiringi dengan berbagai pembatasan kegiatan membuat ekonomi Indonesia makin terpuruk. Jutaan orang mengalami kesulitan finansial. Sektor UMKM yang selama ini menjadi andalan Indonesia termasuk salah satu yang menerima imbas paling parah. Diperkirakan separo pelaku UMKM di negeri ini mengalami kebangkrutan.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan, perpanjangan PPKM membuat 50 persen dari 64,2 juta atau sekitar 32,1 juta pelaku UMKM menutup usahanya.

Bacaan Lainnya

Selain itu, pandemi Covid-19 dan pembatasan mobilitas membuat 88 persen usaha mikro tidak memiliki kas atau tabungan. Akibatnya, mereka kehabisan pembiayaan keuangan. ’’Sekitar 60 persen usaha mikro tercatat juga mengurangi tenaga kerjanya,” ungkapnya.

Padahal, data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menunjukkan, 64,2 juta UMKM tersebut memiliki kontribusi terhadap perekonomian sebesar 61,07 persen. Atau senilai Rp 8.573,89 triliun.

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun juga menuturkan bahwa 30-an juta UMKM bangkrut. Dari jumlah tersebut, pembiayaan 25 juta UMKM berakhir dengan status NPL (non-performing loan) alias tidak mampu membayar kredit. Sebab, omzet mereka kini hanya 10–20 persen dari kondisi normal.

Dia mendorong pemerintah mempercepat penyaluran bantuan presiden produktif usaha mikro (BPUM) sebesar Rp 1,2 juta. Bantuan tersebut setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. ’’Karena sebenarnya momennya sudah telat. Apalagi PPKM level 4 juga sudah diperpanjang lagi,” tegasnya.

Lantas, apakah BPUM Rp 1,2 juta cukup? ’’Ya kalau untuk tukang bakso atau jualan gado-gado itu sudah sangat cukup,” celetuknya.

PPKM level 4 juga membuat purchasing managers index (PMI) manufaktur Indonesia merosot. Pada Juli 2021, PMI manufaktur turun ke angka 40,1 dari sebelumnya berada di level 50. ’’Penurunan ini menunjukkan terjadinya kontraksi aktivitas sektor manufaktur,’’ ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu. Penurunan kali pertama terjadi setelah selama 9 bulan berada di level ekspansif. Level PMI yang ada di atas level 50 menandakan industri tetap ekspansif. ’’Tapi, saat di bawah 50, maka sebaliknya,’’ imbuhnya. 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *