Ini Pendapat Warga Soal Sengketa Taman Bunga

PALABUHANRATU–Sengketa lahan Taman Bunga seluas 5 Hektar di Kampung Bojongasih, Desa/Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi berlarut-larut. Sengketa sejak 2013 itu jelas membuat warga sekitar merasa tak nyaman dan terusik.

Seperti yang dirasakan warga terdekat, Asep Wan Lee (47). Menurutnya, dirinya bersama warga lain merasakan tak nyaman dengan adanya sengketa lahan antara Wijaya, Jati Kusumo dan Law Lanny Farida itu. Terlebih pekan lalu, pihak Wijaya menurunkan batu bolder besar pada tengah malam di saat warga tertidur lelap.

Bacaan Lainnya

“Ada sekitar delapan mobil truk batu besar itu diturunkan. Jelas suaranya sangat mengganggu. Akibat pengiriman batu itu juga petugas dari pihak Law Lanny yang sedang berjaga di lokasi bersi tegang dengan yang membawa batu,. Kami terganggu oleh pihak yang bersengketa. Baik oleh pihak Bu Lanny, Pak Jati maupun Pak Wijaya, ” katan Asep, jumat (13/7)

Selain itu, Asep juga merasa terganggu dengan adanya massa ormas. Yang ia khawatirkan, kedua belah pihak saling baku hantam yang padahal mereka hanya bertugas untuk kebutuhan hidup.

“Kalau memang masih sengketa, seharusnya PP tidak berjaga di bangunan yang ada di lokasi sengketa. Kalau mau sewa rumah di seberangnya. Begitupun pihak Wijaya dan Jati, jangan berjaga didalam diluar saja. Saya setuju lahan ini dijaga aparat atau di police line seperti dulu kalau memang masih sengketa,” harapnya.

Tetapi, jika memang putusan pengadilan itu sudah inkrah dan dimenangkan Farida, masih kata Asep, seharusnya dieksekusi saja agar tidak berlarut-larut.

“Buat kami warga di sini yang paling dekat tidak ada kepentingan untuk memihak kemana, yang kami mau keamanan dan kenyamanan. Karena kami warga butuh nyaman dan dilindungi,” paparnya.

Kabag Ops Polres Sukabumi, Kompol Sumarta Setiadi menyebutkan, pihaknya tentu akan berupaya terus memberikan rasa aman. Kedatangannya untuk memberikan pengamanan pun sebagai salah satu tindakan meski tanpa ada undangan dari pihak pengadilan.

“Semua masyarakat akan kita lindungi,” singkatnya.

Kepala Desa Cikakak, Tajudin tak mau banyak bicara soal sengketa itu. Ia mengaku takut salah dalam berpendapat. Namun kedatangannya ke lokasi itu lantaran rumahnya juga berdampingan dan diminta untuk menunjukkan surat C Desa.

“Kedua belah pihak saya kenal baik. Memang dalam SPPT dan sertifikat itu masih bernama Lick Tucha orang tuanya Jati. Saya tidak tahu adanya transaksi jual beli antara Pak Jati dengan Bu Lanny. Katanya jual belinya 2005, sedangkan saya menjabat sebagai kepala desa pada 2008. Kalau SPPT masih bernama Lick Tucha,” jelasnya.(ryl)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *