Buruh Sukabumi Tolak Permenaker 2 Tahun 2022 tentang JHT, FSP TSK SPSI: Merugikan Kami!

Massa dari FSP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi saat
Massa dari FSP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi saat menggelar aksi demonstrasi menuntut kenaikan UMK 2022 di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat.(foto : ilustrasi)

SUKABUMI, RADAR SUKABUMI – Ketua Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi Mochammad Popon tegas menolak Peraturan Menteri Tenaga Kerja atau Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 terkait pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) pada BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK.

Secara histori regulasi, kata Popon, Permenaker 2 Tahun 2022 merupakan cantolan dari Peraturan Pemerintah PP Nomor 60 Tahun 2015. sebagai perubahan dari PP 46 Taun 2015. Dalam PP Nomor 60 Tahun 2015 tersebut masih membolehkan pencairan JHT diambil setelah melewati masa tunggu 1 bulan setelah berhenti bekerja dari perusahaan. Ini persis diatur dalam Permenaker 19 Tahun 2015.

Bacaan Lainnya

“Jadi selain bertabrakan dengan PP 60/2015, Permenaker 2 Tahun 2022 itu sangat merugikan kaum buruh, sebagai peserta yang memberikan iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek,” kata Popon kepada Radar Sukabumi, Minggu (13/2).

Menurut Popon, BPJamsostek semestinya berorientasi pada pelayanan kepentingan buruh. Sebab tanpa iuran dari buruh mustahil BPJamsostek eksis dan beroperasi serta tidak bisa mengelola uang sebanyak Rp500 trilyun lebih.

“Jadi terkait Permenaker 2 Tahun 2022, FSP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi jelas menolak dengan tegas,” ucapnya.

Popon mengungkapkan, selama ini dana JHT banyak digunakan buruh sebagai dana darurat. Apalagi bagi buruh yang kehilangan pekerjaan atau di-PHK. Maka jika sesuai Permenaker 2 Tahun 2022, dana JHT baru bisa dicairkan ketika buruh memasuki usia 56 tahun, maka hal ini akan menjadi permasalahan besar bagi buruh yang harus berhenti bekerja di usia dini atau sebelum usia tersebut.

“Berarti masa tunggu mereka sangat lama sekali. Ini kasihan sekali,” ujar Popon.

Adapun langkah Menaker RI Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, menurut versi Popon, disebabkan beberapa kemungkinan. Yang pertama BPJamsostek mengalami kerugian dalam menginvestasikan dana buruh. Diketahui dana yang dikelola oleh BPJamsostek sampai akhir 2021 sebesar Rp553,5 triliyun. “Dan sebagian besar itu berasal dari dana JHT buruh,” kata Popon.

Kedua, lanjutnya, Pemerintah dan BPJamsotek mengalami kesulitan untuk mengalokasikan dana APBN untuk membiayai program jaminan baru yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang sampai sekarang belum jelas. Sehingga mencoba untuk menghentikan pencairan dana JHT oleh buruh dengan harapan dapat menggunakan dana tersebut diinvestasikan.

“Dengan harapan dana bagi hasil investasinya bisa digunakan untuk membiayai program baru Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JK) yang sampai sekarang skema dan mekanisme pembiayaannya belum jelas,” papar Popon.

Sehingga yang menjadi dasar dikeluarkannya Permenaker 2 Tahun 2022 itu, Popon menduga, adalah karena kondisi keuangan BPJamsostek yang sedang tidak sehat. Popon pun mempertanyakan terkait dana ratusan trilyun milik buruh yang di kelola BPJamsostek saat ini.

“Apakah dana tersebut masih aman atau tidak? Dan uangnya masih ada atau tidak?” tuturnya.

Sebab jika Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dipaksakan untuk dilaksanakan, akan semakin menambah kecurigaan publik terhadap keberadaan dana ratusan triliyun yang dikelola oleh BPJamsostek.

“Dan masih layakkah iuran program jaminan yang selama ini dibayarkan oleh buruh, dilanjutkan dan dibayar iurannya oleh buruh?” kata Popon memungkas. (izo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *