Tiga Dosen ITS Revitalisasi Mesin Braille di Penjuru Daerah

Ada tiga dosen ITS yang terlibat dalam misi revitalisasi mesin braille itu. Selain Arief dan Tasripan, ada Hendra Kusuma. Tiga dosen tersebut menargetkan bisa merevitalisasi mesin braille di 50 SLB yang menjadi center berbagai daerah.

’’Di Indonesia ada 2.000-an SLB. Sasaran kami 50 SLB yang menjadi center,” kata dia. Sejak 2012, tiga dosen ITS tersebut menjelajahi satu per satu SLB di Indonesia. Selain Mataram, mereka berkeliling ke

sejumlah daerah hingga Sorong, Papua. Mesin braille di 50 SLB yang telah direvitalisasi itu akan melayani SLB di sekitarnya. ’’Dulu,hampir semua mesin braille tidak bisa digunakan. Sekarang semuanya sudah bisa dimanfaatkan lagi,” ujarnya.

Arief menjelaskan, salah satu hal yang direvitalisasi adalah kecepatannya. Yakni, dari 200 menjadi 400 karakter per detik. Selain itu, spare part atau suku cadang mesin tersebut dibuatkan sendiri. Dengan begitu, jika ada kerusakan, guru atau petugas bisa memperbaikinya sendiri. ’’Mesin braille ini impor dari Swedia.

Kalau rusak, suku cadangnya ada di luar negeri semua. Sekarang kami sudah bikin beberapa spare part-nya,” katanya. Tidak hanya merevitalisasi, Arief dan kedua dosen teknik elektro juga membuat prototipe pada 2014. Saat ini sudah ada enam prototipe yang telah dibuat. Enam mesin tersebut akan disumbangkan ke sejumlah SLB di Indonesia. Di antaranya, Jayapura, Ambon, Pangkal Pinang Kepulauan Bangka Belitung, Jakarta, dan Pemkot Surabaya. ’’Satu mesin lagi ada di laboratorium ITS,” jelasnya.

Penyerahan mesin braille ITS ke Pemkot Surabaya dilakukan pada 10 November. Rencananya, mesin braille itu diletakkan di Siola untuk dimanfaatkan SLB tunanetra. ’’Kami didukung Kemenristekdikti untuk membuat mesin braille ini. Satu mesin kami hibahkan ke pemkot,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *