Pemerintah Tunda Kenaikan Pajak Hiburan

Luhut Binsar Pandjaitan
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. (jpg)

JAKARTA – Pemerintah merespons banyaknya kritik dari pelaku usaha terkait kenaikan pajak hiburan dengan besaran batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Implementasi kebijakan itu akan ditunda untuk dievaluasi kembali.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memastikan penundaan kenaikan pajak hiburan itu. Bahkan, bisa urung diberlakukan berdasar evaluasi.

Bacaan Lainnya

Pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap Undang-Undang No 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Sembari menunggu hasil judicial review yang diajukan sejumlah asosiasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Luhut mendengar tentang polemik rencana kenaikan pajak hiburan itu saat berada di Bali beberapa hari lalu. Dia pun langsung mengumpulkan instansi-instansi terkait. ”Termasuk gubernur Bali,” katanya dalam keterangan melalui unggahan di Instagram.

Setelah pertemuan itu, diputuskan untuk menunda pelaksanaan kenaikan pajak hiburan. Menurut dia, ihwal kenaikan pajak hiburan tersebut dari Komisi XI DPR.

”Kan itu sebenarnya. Jadi, bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi gitu,” terangnya.

Luhut menyatakan, pemerintah akan mengevaluasi aturan itu. Pihak terkait juga bisa mengajukan uji materi ke MK. Pemerintah, lanjut dia, harus menunjukkan keberpihakan pada rakyat kecil dalam kebijakan kenaikan pajak hiburan tersebut. Dia meminta semua pihak lebih luas memandang soal pajak hiburan.

”Pajak hiburan ini bukan hanya diskotek, tapi juga yang membuat makanannya dan lainnya,” ungkap mantan kepala staf kepresidenan itu.

Luhut menegaskan, belum ada alasan kuat untuk menaikkan pajak hiburan sehingga pemerintah akan mempertimbangkan aturan itu.

”Nggak usah naik pajaknya, nggak ada alasannya,” tandasnya.

Sebagaimana diwartakan, pemerintah melalui UU No 1/2022 mengenakan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) terkait kesenian dan hiburan. Pada Pasal 55 dijelaskan, ada 12 jenis yang termasuk jasa kesenian dan hiburan.

Namun, dari 12 jenis kegiatan itu, yang dikenai PBJT atas jasa hiburan dengan tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen adalah kegiatan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Sejumlah daerah telah menetapkan besaran pajak hiburan untuk melaksanakan ketentuan aturan tersebut. Misalnya, DKI Jakarta menetapkan pajak hiburan atas diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 40 persen

Regulasi sebelumnya, pajak untuk jenis hiburan di atas ditetapkan 25 persen.

Sementara itu, Pemkot Surabaya menetapkan tarif paling tinggi 50 persen untuk hiburan dewasa. Misalnya, diskotek, karaoke dewasa, kelab malam, bar, panti pijat, dan mandi uap atau spa. Sedangkan karaoke keluarga ditetapkan 40 persen.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengimbau pemda menunggu hasil judicial review di MK terkait pajak hiburan.

”Tunggu dulu sebelum menetapkan pajak hiburan 40–75 persen,” terangnya.

Sembari menunggu, pemda bisa mendiskusikan besaran pajak hiburan dengan industri terdampak. Sekaligus mendorong pengusaha hiburan untuk memanfaatkan insentif fiskal dan nonfiskal. ”Ini solusi yang pemerintah harapkan,” ujarnya. (jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *