Mencari Pengganti SKK Migas, BUMN atau Lembaga Khusus?

ILUSTRASI: SKK Migas (Dok. Jawa Pos)

SUKABUMI – Revisi UU nomor 22/ 2001 tentang Migas sangat dinantikan dalam pengelolaan sumber minyak dan gas ke depan. Dengan revisi UU itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bisa memiliki kepastian dasar hukum.

Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas Murdo Guntoro mengatakan, pembentukan SKK Migas sebagai pengganti BP Migas pada 2013 baru itu berdasar pada peraturan presiden (Perpres) Nomor 9/2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Menurut Murdo, setiap model pengelolaaan lembaga dalam mengelola sumber daya migas memiliki masalah sendiri. Adapun pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang dalam membentuk lembaga khusus atau diberikan kewenanganya pada BUMN. “Pemerintah diminta mempertimbangkan dengan mengukur kemampuan negara dalam pengelolaan SDM migas,” kata Murdo dalam Webinar yang berlangsung pada Sabtu (5/12).

Webinar yang bertema “Mencari Bentuk Ideal Lembaga Pengganti SKK Migas” itu terselenggara atas kerja sama FH UII dengan pusat Studi Hukum Energi (Pushenergi).

Lebih jauh Murdo Guntoro mengatakan, jika pemerintah belum bisa mengelola sumber daya alam migas, maka bisa membentuk lembaga khusus yang disertai dengan kepastian hukumnya. “Namun kalau pemerintah belum mengelola sendiri sumber daya alam migas, maka konsesinya diberikan ke BUMN atau badan usaha lainnya,” bebernya.

Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi mengatakan, SKK Migas hanya bisa dibubarkan melalui perubahan atau revisi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Menurut dia, saat ini yang terpenting adalah mengubah SKK Migas menjadi BUMN Khusus di sektor hulu migas.

Dikatakan Fahmy, selama ini kewenangan SKK Migas sangat besar dan memicu moral hazard. Salah satunya mengenai pengembalian cost recovery.
“Kewenangan untuk pengembalian cost recovery itu sangat rawan korupsi. Di awal-awal itu hampir semua biaya yang dikeluarkan investor harus diganti dengan persetujuan SKK Migas dan itu banyak moral hazard,” ujar Fahmy yang juga ikut dalam dalam webinar tersebut.

Fahmy mendorong SKK Migas bisa menjadi BUMN Khusus. Urgensi pertama, revisi UU Migas sudah menggantung di DPR selama tujuh tahun. Sehingga selama itu pula kepastian hukum SKK Migas belum jelas.

Kedua, UU Cipta Kerja tidak mengatur penggantian SKK Migas menjadi BUMN Khusus. Kekosongan perundangan tersebut menyebabkan ketidakpastian bagi investor dan peran SKK Migas tidak optimal. “Dengan BUMN Khusus, SKK Migas akan lebih lincah, karena dia bisnis yang mengelola keuangan. Kalau sekarang ini semua cashflow ke Kemenkeu. Dana yang digunakan juga dana APBN. Harus mengajukan seperti kementerian lain. Ini jadinya birokrasi, bukan bisnis,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, mantan Wamen ESDM Rudi Rubiandini usul adanya perubahan SKK Migas menjadi BUMN Khusus. Caranya yakni melalui revisi UU Migas. “Tentunya harus dibereskan dulu UU-nya, baru di Omnibus Law. Bagaimana sesegera mungkin UU 22/2011 ini diperbaiki,” ujarnya. (ham/jpg)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *