LPS Didesak Transparan

JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah sepertinya masih ragu dan bimbang dalam menentukan besaran premi restrukturisasi perbankan (PRP) jika menghadapi krisis.

Sejak 2016, aturan premi PRP dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) ditetapkan. Masalahnya, hingga kini besaran PRP urung juga dirampungkan. LPS mengklaim masih butuh waktu dalam meramu besaran tersebut. Apalagi ada desakan besaran premi tak membebankan industri perbankan.

Bacaan Lainnya

Menurut Pengamat Perbankan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Paul Sutaryono, memang tidak mudah untuk merumuskan berapa besaran tersebut. Terlebih, LPS menghadapi tekanan agar nanti besarannya tak memberatkan industri.

“Namun seharusnya, LPS bisa dengan segera menentukan besaran premi, agar perbankan bisa bersiap-siap mengalokasikan dana untuk premi PRP. Karena beban iuran dan premi bank cukup banyak,” ujarnya.

Rencananya, premi PRP bakal diterapkan pada 2021 mendatang. Dalam tenggang waktu tiga tahun tersebut, perbankan bisa mempersiapkan diri dan memperkuat permodalan serta likuiditasnya seperti patuh pada basel tiga dan juga mengenai kewajiban modal minimum, serta menyiapkan rencana kerja.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *