Klaim Utang BUMN Aman

JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat, utang perusahaan pelat merah Rp 5.271 triliun. Itu melesat 132,92 persen dari periode 2016, di kisaran Rp 2.263 triliun. Meski begitu, data utang per September 2018 itu belum diaudit.

Lonjakan utang cukup signifikan terjadi tahun lalu. Saat itu, utang BUMN naik 113,43 persen menjadi Rp 4.830 triliun.

Namun, jumlahnya kembali meroket sepanjang tahun ini. Tambahan utang tahun lalu cukup signifikan lantaran sejumlah BUMN butuh injeksi modal untuk pengerjaan sejumlah proyek.

”Periode 2016-2017, ada tambahan modal untuk proyek masuk, sehingga harus memperoleh pembiayaan untuk infrastruktur,” tutur Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Bisnis Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro di sela rapat bersama Komisi VI DPR.

Meski nominal utang itu meningkat, Aloy optimistis jumlah utang itu berada di batas aman. Kepantasan jumlah besar atau kecil utang terlihat lebih kepada rasio utang terhadap ekuitas.

”Itu terefleksi dari Debt to Equity Ratio (DER) kami dapat untuk lima sektor industry,” belanya.Berdasar data Kementerian BUMN, DER masih lebih rendah dari sejumlah perusahaan lain industri sama.

Misalnya, DER telekomunikasi hanya 0,77 kali, industri mencapai 1,19 kali. Lalu, DER energi 0,71 kali, sedang industri 1,12 kali. Kemudian, DER transportasi 1,59 kali, industri 1,96 kali.

Berikutnya, DER infrastruktur berupa konstruksi dan properti 1,03 kali, industri 2,99 kali. Hanya DER perbankan melebihi industri 6 kali, sedang industri 5,66 kali. ”Jadi, data-data itu menunjukkan kesanggupan membayar utang jangka panjang, pendek, dan dapat dikatakan aman,” ulasnya.

Keamanan utang juga tercermin dari Return on Equity (RoE). RoE sektor telekomunikasi 29 persen atau lebih tinggi dari industri 21 persen. Lalu, RoE sektor bank 15 persen, industri 11 persen.

Kemudian, RoE infrastruktur 13 persen, lebih tinggi dari industri 8 persen. Selanjutnya, RoE transportasi minus 2 persen atau sama dengan industri. Sektor energi dengan RoE lebih rendah dari industri, yaitu 3 persen dari 11 persen.

Selain RoE, kapasitas keuangan BUMN juga terlihat dari RoA. RoA BUMN sektor telekomunikasi 16 persen atau lebih tinggi dari industri 9 persen. Sedang RoA bank dan transportasi setara industri, masing-masing 2 persen dan minus 1 persen.

 Namun, RoA energi dan infrastruktur justru di bawah industri. RoA energi hanya 2 persen, industri mencapai 5 persen. Lalu, RoA infrastruktur 3 persen, sedang industri 4 persen.

Merespon posisi utang BUMN itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Asman Natawijana mempertanyakan bagaimana cara melunasi utang tersebut.

Sebab, kalau untuk meminta penyertaan modal negara (PMN) tidak memungkinkan. ”Ya, pendeknya, harus ada skema tepat untuk membayar utang itu,” seragh Azam.

(dai)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *