Batik Lokatmala Hasil Konsultasi Jawara

SUKABUMI–Berawal konsultasi dengan jawara di Kasepuhan Adat Banten Kidul Sinar Resmi. Pengrajin Batik Lokatmala Sukabumi, membatik dengan menggunakan lilin malam cair panas sebagai perintang warna berlelang dikancah internasional. Pemilik batik Lokatmala Sukabumi, Fonna Melania mengaku, saat itu tertarik dengan ikat kepala yang dipakai oleh kesepuhan Sinar Resmi, Abah Asep Nugraha. Dari situ, Fonna belajar makna dari iket kepala. Menurutnya ada banyak nilai filosofi namun sayangnya yang mereka pakai adalah motif daerah lain.

Dari sanalah Fonna terispirasi untuk menciptakan batik dengan motif lokal sendiri.

Bacaan Lainnya

“Saya belajar ke Desa Bakaran, Patih Jawa Tengah. Sehingga dengan itu Batik Loktmala Sukabumi bisa terbentuk, dengan khas sendiri pada 2010,” akunya kepada Radar Sukabumi, kemarin (2/10).

Istri dari Andri Furbawiana itu juga menyebut ada sekitar 10 motif batik yang telah diciptakanya. Mulai dari Leuit Si Jimat, Rereng Tjiwangi
, Masagi, Leungli Gunung Parang, Tukuh, Elang Jawa Situgunung, Garuda Ngupuk, Candramawat, Wajit,  Palawan, Puyuh Naga, Rucita, Kujang, Merak Menanti, Jangilus,
Lambak Palabuanratu, Wijaya Kusumah, Kendi Gilang Kancana, Manuk Julang dan Makara.

Siapa sangka dari satu motif batik mempunyai makna dan kisah tersendiri. Namun dari sekian banyak motif yang ada.

Yang plaling pertama dibuat adalah batik motif Masagi. Masagi disini diartikan sebagai orang yang disepuhkan secara kelimuan dan lainnya.

Menurut Fofon, Rereng Ciwangi sangat disukai oleh konsumen. Motif tersebut menceritakan Desa Ciwangi di Cikundul tempo dulu.

Sebelum desanya bernama Ciwangi ada wanita bernama Nyimas Ciwangi yang mengisi harinya dengan menenun.

Dengan menggunakan serat alam dan didukung alam yang subur. Gemah ripah loh jinawi, cai curcor yang berbatasan dengan gunung arca. Semua hidup dalam kesejahteraan.

“Namun ketika itu ada raksasa yang merusak seluruh hutan, sehingga gunung rusak air pun tidak ada. Dan Nyimas Ciwangi menenun dari serat suji. Berdoa pergi ke gunung dan hasil dari tenunan disebarkan, dari serat tenunan pohon suji tumbuh dengan lebatnya di hutan. Dan raksasa pun kagt lari ke arah Cikundul dan mati kena air panas,” jelasnya.

Nilai jual batik bukan hanya dipengaruhi oleh motif, namun juga dipengaruhi oleh proses. Untuk perintang warna, model tiruan batik yang tidak asli, akan dapat mencabut haki, Karena menurut Fofon bukan motif batik yang dinilai akan tetapi proses dari pembuatan batiknya. Batik sendiri sudah masuk sebagai warisan budaya dari UNESCO hanya dua jenis yang diakui yaitu dengan cara lukis dan cap. Sementara printing sendiri tidak, untuk batik lukis harus memakai lilin malam cair panas untuk perintang warna. Pengakuan UNESCO itu bisa gugur jika batik banyak printingan.

“Motifnya mau apapun, yang terpenting proses dari penggunaan lilin malam, prosesnya yang menjadikan nilai. Saya membatik dengan cara manual ada juga dengan menggunalan Cap. Oleh karenanya dari segi harga pun berbeda.

Tidak hanya untuk kain kebaya dan iket, batik Lokatmala juga sudah terlukis di atas tas, sandal hingga sepatu. Ada dua jenis cara pemrosesan batik di tempat itu mulai dari lukis menggunakan canting sampai model cap menggunakan alat khusus,” jealsnya.

Fofon juga bersyukur batik Lokatmala sudah dikenal dinegara lain seperti Denmark,Yunani, Malta dan Jepang. Untuk luar negeri, batik tulis paling diminati seperti motif kujang. Tak hanya itu, kini batik Lokatmala pun sudah banyak diminati oleh pribumi sendiri. Bahkan pemerintah daerah pun banyak yang memesan batik Lokatmala tersebut.

Untuk pewarna sendiri ada yang dari warna alam dan warna buatan. Untuk warna alami menggunakan kulit mahoni, kulit jengkol, jantung pisang, Galinggem dan lainnya.

“Saya harap budaya sabatik saimah itu ada, jadi setiap rumah itu punya khas batik sendiri minimal satu,” ujarnya.

Pembuatan batik sendiri tidak bisa dihitung berapa lama waktu yang dibutuhkan. Karena membatik itu tidak hanya menuangkan canting kedalam kain, namun juga arti dan filosofi harus tersimpul didalamnya.” Namun jika ide tersebut sudah ada, semalam pun sudah bisa diselesaikan,” imbuhnya.

Tidak ada ritual khusus untuk membuat batik tersebut. Namun menurut Fofon hal yang paling diperhatikan sebelum membuat batik adalah berdoa dengan membaca alam karena jawabannya ada di alam.

Sementara itu, Wakil Walikota Sukabumi, Achmad Fahmi yang kebetulan mennyambangi Batik Lokatmala mengaku sangat menyukai batik Lokatmala. Karena batik Lokatmala mencerminkan khas kelokalannya.

“Saya suka batik Lokatmala, semua motif batik saya suka, terlebih Batik hasil budaya lokal Sukabumi, seperti batik Lokatmala ini. Batik adalah budaya, sehingga dengan menggunakan batik menandakan bahwa pemakai mencintai budayanya,”ujarnya.

Fahmi mengaku menyukai batik semenjak diirnya bergelut di dunia pemerintahan. Bahkan kebanyakan acara yang dihadiri. Fahmi lebih memilih mengenakan batik dibanding lainnya.

“Saya pakai batik sejak saya di DPRD, sering pakai batik dibandingkan pakaian resmi lainnya. Namun mohon maaf hari ini saya tidak pakai batik, karena hari saya baru menghadiri acara di Secapa Polri,” ucapnya.

Di hari batik Nasional ini, Fahmi berharap batik semakim membudaya, semakin memsyarakat, terlebih para UMKM supaya bisa meningkatkan kulalitasnya. Sehingga mereka bisa lebih tampil di kancah nasional dan internasional. (cr11/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *