Ada Proyek Dipaksakan

BERI PENJELASAN: Roy Maningkas saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian BUMN Jakarta, Selasa (23/7).

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Roy Maningkas, komisaris independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memutuskan mengundurkan diri dari jabatan yang telah diembannya selama empat tahun terakhir. Alasannya, emiten dengan kode KRAS tersebut memaksakan proyek blast furnace yang berpotensi merugikan uang negara Rp1,2 triliun per tahun.
Sebagaimana diketahui, persiapan proyek blast furnace telah dimulai sejak 2011 lalu. Krakatau Steel (KS) telah merogoh kocek sebesar USD 714 juta atau setara Rp10 triliun untuk proyek yang menghasilkan hot metal tersebut. Angka itu membengkak dari rencana sebelumnya hanya Rp7 triliun.
“Saya melihat ada sesuatu yang dipaksakan. Proyek ini kan molornya sudah 72 bulan. Tiba-tiba sebulan yang lalu direksi menyampaikan ini siap beroperasi. Padahal menurut saya dan teman-teman komisaris, ini harus dipertimbangkan baik baik,” kata Roy saat jumpa awak media di Kantor BUMN, Jakarta, Selasa (23/7).
Dijelaskan Roy, proyek dari blast Furnance sejatinya telah molor selama 72 bulan dari rencana awal pengoperasiannya. Kemudian belakangan ini, proyek tersebut dipaksakan untuk dijalankan dengan alasan Krakatau Steel telah membeli bahan baku dan mesin yang tidak terpakai senilai Rp10 triliun.
Padahal, kata Roy, perseroan akan merugi Rp1,2 triliun seandainya proyek tersebut dipaksakan untuk dijalankan. Pasalnya, Harga Pokok Produksi (HPP) slab yang dihasilkan proyek blast furnance lebih mahal USD 82/ton jika dibanding harga pasar.
Artinya, jika dipaksakan produksi 1,1 juta ton per tahun, maka potensi kerugian PT Krakatau Steel akan mencapai Rp1,3 triliun per tahun. “Ini kan buah simalakama, kalau diteruskan kerugiannya Rp1,3 triliun per tahun. Kalau kita hentikan, kita akan buang uang Rp10 triliun investasi,” katanya.
Untuk memuluskan proyek tersebut, pada Juni 2019, Direksi Krakatau Steel diketahui telah bekerja sama dengan kontraktor bernama Capital Engineering and Research Incorporation Limited (MCC CERI) asal Tiongkok. Kala itu dewan komisaris meminta perseroan untuk memanggil konsultan independen terlebih dulu untuk menguji secara keseluruhan proyek tersebut.
“Dewan komisaris sudah meminta untuk menunjuk independen konsultan berkali-kali tapi tidak dilakukan. Jadi terus terang saya tidak mengerti, invisible hand yang memaksakan ini beroperasi dalam keadaan belum siap ini siapa? Soalnya menyangkut uang Rp10 triliun,” tuturnya.
Roy juga mendengar informasi alasan dari direksi Krakatau Steel memaksakan proyek tersebut karena operasionalnya hanya dua bulan. Setelah itu, akan dimatikan dengan alasan jangan sampai menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ketika dikonfirmasi tersebut kepada deputi BUMN, Roy menyatakan yang bersangkutan mengaku tidak mengetahui bahwa beroperasinya proyek hanya untuk dua bulan dan setelahnya distop.
“Dari BUMN juga menyatakan mereka tidak tahu bahwa itu berproduksi 2 bulan, dari pihak direksi mengatakan bahwa posisi mereka kejepit karena diperintahkan dari BUMN. Jadi siapa yang mau merintah siapa itu tidak jelas,” ujarnya.
Di samping itu, Roy menyatakan, KS juga tergesa-gesa agar memaksakan proyek tersebut bisa berjalan secepatnya. Sebab uji kelayakan dan keamanan proyek itu dinilainya masih sangat minim. Bahkan untuk persiapan detail dampak lingkungan pun belum dipersiapkan.
“Sampai hari ini, gas holder atau buangan asapnya itu aja belum ada. Tapi dalam dua minggu ini mereka ingin proses produksi untuk blast furnance ini. Asapnya mau dibuang kemana? ke udara. Udah jelas polusi,” tuturnya.
Dari kasus tersebut, Roy menyampaikan nantinya tidak adanya kepastian siapa yang bertanggung jawab terhadap proyek tersebut. Khususnya baik tanggung jawab teknis maupun tanggung jawab kerugian uang negara. Pernyataan tanggung jawab hanya dibuat oleh level manager dari kontraktor.
Karena itu sejak Kamis (11/7) lalu, Roy telah mengirimkan surat secara resmi pengunduran diri dari jabatan Dewan Komisaris PT Krakatau Steel ke Kementerian BUMN. Namun sayangnya, mundurnya dia dari jabatan tersebut malah direspons negatif oleh kementerian yang dipimpin Rini Soemarno tersebut.
“Saya sesalkan yang disorot oleh BUMN adalah desenting opinion saya. Saya secara tidak langsung ditugaskan oleh Presiden Jokowi untuk mengawasi KS ini, saya memberikan desenting opinion itu tujuannya untuk melindungi kepentingan pemegang saham yaitu negara dan publik,” tukasnya. (igm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *