Menurut Nendar, permasalahan yang dipersoalkan oleh para buruh dari PT Lina Jaya Persada adalah, kepesertaan BPJS Kesehatan yang bermasalah, alat pelindung diri yang dibebankan kepada karyawan, adanya pengekangan hak berserikat, adanya sistem kerja 24 jam, denda keterlambatan masuk kerja sebesar Rp10.000 dan Rp1000 ditiap menitnya, pemotongan upah tidak hadir bekerja lebih besar ketimbang upah hadir perharinya.
Apabila sakit dan tidak masuk bekerja, para buruh hanya dibayar Rp35.000 perharinya.
Sementara permasalahan yang dilakukan PT. PT Nadira Kencana Persada, diantaranya adalah sekitar 40 persen karyawan sudah masuk bekerja pada 2015 lalu telah dipotong BPJS Ketenagakerjaan. Namun baru didaftarkan pada Agustus 2016.
“Lebih mirisnya, PT Nadira Kencana Persada sampai Desember 2016 saldo JHT (Jaminan Hari Tua) mereka hanya disetorkan baru dua bulan saja. Bahkan, kami menemukan adanya dugaan pungli disetiap bulannya sebesar Rp50 ribu per karyawan dengan dalih potongan SDM.
Semua tuntutan para buruh telah disertai dengan bukti-bukti yang konkrit. Kami belum mendapatkan titik temu. Semua tuntutan para buruh belum mendapatkan jawaban yang pasti. Untuk itu, kami berencana akan melakukan mediasi kembali antara PT Lina Jaya Persada, PT Tahta Djaga Internasional, PT Nadira Kencana Persada dengan Managament PT SCG pada Rabu (7/1) mendatang,” paparnya.
Sementara, Admin PIC PT Lina Jaya Persada, Oesman mengatakan, pihaknya mengakui kekurangan dan kesalahan presedur pembelian alat keamanan yang dibebankan kepada para karyawan.
“Kami mengaku salah telah melakukan pengekangan berserikat terhadap karyawan. Pemberlakuan kerja bagi karyawan borongan 24 jam. Saya mengakui merupakan kesalahan prosedur dari managemen.
Dengan kesalahan prosedur tersebut, maka managament PT Lina Jaya Persada akan melakukan rapat intern antara pemilik perusahaan dan managament,” pungkasnya. (cr13/t)