Selain faktor ekonomi, sambung Budi, penyebab pernikahan dini juga adanya keinginan kuat dari anak untuk menikah dan ada juga akibat salah pergaulan yang menyebabkan kehamilan sehingga terpaksa dinikahkan.
“Ya, ada juga pernikahan dini diakibatkan salah bergaul. Meskipun belum ada data yang valid tentang kasus itu,” tambah Budi.
Menurutnya, kasus pernikahan usia anak tersebut hampir sama dengan meningkatnya kasus perceraian muda. Sebagian besar, kasus tersebut berakhir dengan perceraian.
“Hampir 90 persen dari kasus pernikahan anak, berakhir dengan perceraian. Hal ini karena faktor kesiapan dan kekuatan emosional dalam menjalin rumah tangga dan menyebabkan kasus KDRT. 70 persen dari kasus pernikahan usia anak, menyebabkan kasus KDRT,” bebernya.
Disinggung soal daerah yang paling rentan terjadi pernikahan usia dini, pihaknya belum dapat memberikan data secara pasti.
“Untuk angka saat ini masih diverifikasi dan masih dicari. Namun yang jelas, sekarang banyak perubahan sikap dan perilaku dari anak muda,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Sukabumi, Adjo Sardjono mengatakan, program Yes I Do merupakan program strategis yang mendukung program Kabupaten Layak Anak (KLA) dalam mendorong pemenuhan hak anak dan perlindungan keluarga demi mewujudkan Indonesia layak anak tahun 2030.
“Karena itulah, Pemkab Sukabumi terus berkomitmen untuk memiliki sistem pembangunan berbasis hak anak. Karenanya, peran Non Goverment Organisasion (NGO) yang bergerak dalam perlindungan dan pemberdayaan anak sangatlah menunjang,” tuturnya.