Kasus HAM Sulit Tuntas

JAKARTA – Penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu menjadi salah satu janji Presiden Joko Widodo saat kampanye Pemilihan Presiden 2014 lalu. Namun lebih dari empat tahun pemerintahan berjalan, belum ada tanda-tanda penyelesaiannya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Jenderal Purn Moeldoko mengakui jika upaya menuntaskan kasus-kasus lama bukanlah hal mudah. Bahkan, dia sendiri ragu untuk bisa dituntaskan pada masa akhir periode kepemimpinan tahun depan.

Bacaan Lainnya

“Persoalan ini rumit, tidak mudah,” ujarnya usai peluncuran Festival HAM 2018 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin (3/10).

Kerumitan tersebut, lanjutnya, terjadi di berbagai hal. Untuk penyelesaian saja, pro kontra antara yang setuju jalur yudisial dengan non yudisial masih berlangsung. Pemerintah sendiri ingin agar diselesaikan dengan non yudisial. Namun pilihan tersebut ditolak oleh para aktivis dan korban.

Moeldoko menambahkan, kecenderungan untuk menggunakan jalur non yudisial bukan tanpa alasan. Menurutnya, bukan hal mudah menelusuri jejak pelanggaran HAM. Terlebih bagi kasus yang terjadi puluhan tahun lalu seperti kasus 65.

“Ga semua harus yudisial. Ada yang non yudisial, tapi ini formulanya seperti apa ga mudah. Harus ada kesepakatan bersama dulu,” imbuhnya. Namun dia membantah bila adanya nama-nama yang diduga terlibat di lingkungan pemerintah sebagai salah satu kendala.

Meski terlihat jalan di tempat, mantan Panglima TNI itu menegaskan presiden masih memiliki komitmen. Hal itu di tandai dengan di temui para aktivis Kamisan yang selama bertahun-tahun tidak pernah ditemui. Selain itu, kata dia, presiden juga beberapa kali melakukan diskusi dengan Menkopolhukam dan Jaksa Agung untuk membahas persoalan tersebut.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, keinginan pemerintah untuk menuntaskan beberapa kasus melalui proses non yudisial menjadi hak presiden. Hanya saja, jika cara itu dilakukan, Komnas HAM tidak akan terlibat di dalamnya. “Amanat UU, Komnas HAM hanya di ranah Yudisial,” ujarnya.

Damanik menambahkan, opsi menggunakan cara non yudisial bisa saja diambil. Namun, harus ada instrumen yang harus dipenuhi pemerintah. Di antaranya dasar hukum, pengungkapan kebenaran, dan perlindungan terhadap hak-hak keluarga korban. “Itu masukan komnas. Tapi kita fokus kita pada yang yudisial,” imbuhnya.

Dia menuturkan, upaya untuk menuntaskan kasus terdahulu masih terus berjalan. Hingga saat ini, komunikasi antara pihaknya dengan Menkopolhukam, Jaksa Agung dan Presiden masih berlanjut. “Setiap kita ketemu kita mendorong. Sekarang kita juga ingin berdialog lagi supaya tidak terjadi miskomunikasi,” pungkasnya.

 

(far)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *