Maraknya Joki  Ilmiah, Hilangkan Integritas Akademik

Leonita Siwiyanti
Leonita Siwiyanti

Oleh : Leonita Siwiyanti
Seorang dosen di Program Studi Manajemen Retail Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Kondisi saat ini di dunia pendidikan tinggi sangatlah memprihatinkan. Kaum akademisi dihadapi oleh lunturnya etika dan integritas karena maraknya perjokian dalam penulisan karya ilmiah.

Bacaan Lainnya

Semua itu dipicu dari adanya kewajiban bagi dosen yang harus mempublikasikan artikelnya ke jurnal internasional bereputasi sebagai syarat kenaikan jabatan fungsional.

Jabatan fungsional merupakan kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang dosen dalam suatu satuan pendidikan tinggi yang dalam pelaksanaannya didasarkan pada keahlian tertentu serta bersifat mandiri.

Kewajiban ini semakin sulit dirasakan khususnya untuk kenaikan jabatan ke jenjang Lektor Kepala dan Guru Besar. Banyak dosen yang tidak lagi melakukan penelitian secara biasa, karena memakan waktu yang cukup lama dan memerlukan biaya yang cukup tinggi.

Akhirnya para senior atau para calon guru besar membuat sebuah tim untuk membuat karya tulis ilmiah (KTI) yang diterdiri dari dosen-dosen muda. Lalu para dosen senior akan dicantumkan namanya dalam KTI tersebut.

Fenomena itu semakin terlihat dengan munculnya pemberitaan beberapa minggu ke belakang pada sebuah surat kabar dengan tajuk “Demi Gelar Guru Besar Sejumlah Dosen Senior dan Kampus Terlibat Perjokian Karya Ilmiah” (Kompas, 10 Februari 2023).

Hal tersebut menunjukkan semakin banyak keresahan yang dirasakan masyarakat terhadap maraknya perjokian ilmiah di kalangan akademisi.

Demi meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap karya ilmiah yang dapat digunakan untuk kemaslahatan umat. Kemudian untuk menurunkan tingkat perjokian ilmiah di perguruan tinggi serta menumbuhkan minat para kaum intelektual untuk menghasilkan karya-karya yang orisinal.

Maka istilah ‘tahu sama tahu’ sebagai upaya pembenaran tindak kecurangan dalam penulisan karya ilmiah bisa terbebas dari citra perguruan tinggi yang akan semakin buruk.

Munculnya joki karya tulis ilmiah di kalangan dosen

Joki penulisan karya ilmiah secara terang-terangan menawarkan jasa publikasi tanpa melakukan riset. Kegiatan perjokian ini mulai muncul sekitar tahun 2019. Ditambah dengan harus dipublikasikannya KTI ke jurnal internasional bereputasi ataupun scopus.

Fenomena itu membuat para dosen terkejut sehingga mengambil jalan pintas untuk membuat dan mempublikasikan KTI. Karena pada kenyataannya apabila dilakukan melalui jalur yang biasa, proses yang cukup panjang harus dilalui.  Karena artikel digital internasional bereputasi membutuhkan waktu yang lama hingga satu tahun bahkan lebih.

Akhirnya mereka mencoba membuat sebuah tim untuk bekerjasama dalam pembuatan artikel ilmiah tersebut. Para senior tidak terlibat dalam penelitian, tetapi nama mereka bisa ikut di dalam KTI tersebut. Dari kebiasaan tersebut, maka mulainya terjadi perjokian baik skripsi, tesis dan desertasi untuk keperluan pendidikan. Selain itu, juga untuk kebutuhan kenaikan jenjang akademik dosen itu sendiri.

Kadang tidak hanya membuatkan KTI, tetapi juga melakukan duplikasi artikel dengan nama penulis yang berbeda pada jurnal yang berbeda pula. Mereka menawarkan dengan pembayaran secara sharing dana dengan beberapa penulis lain. Membayar sekian juta maka bisa langsung menjadi penulis kesekian pada jurnal internasional bereputasi.

Perbaikan aturan sekaligus edukasi dan moral value bagi para akademisi

Beberapa pengamat pendidikan menyampaikan bahwa maraknya praktik jasa joki KTI ini menunjukkan bobroknya dan gagalnya pendidikan karakter di Indonesia. Selama ini pendidikan hanya terfokus pada pemberian aturan tanpa ada penjelasan atau edukasi terhadap moral value yang ingin ditanamkan. Mental bangsa kita saat ini—di semua aspek—dirasakan banyak aturan atau kebijakan yang dibuat. Namun tidak dijalankan dengan baik kecuali perlu “polisi” atau penjaga, baru mereka akan mengikuti aturan tersebut. Apabila tidak diawasi, akan banyak sekali pelanggaran yang terjadi.

Hal ini tidaklah sesuai dengan tujuan pendidikan karakter yaitu dapat membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan secara moral dan agama. Mereka kebanyakan menerjang aturan yang berlaku dan mencari jalan pintas untuk mencapai tujuannya. Tanpa menerapkan kaedah perjuangan, kegigihan, kejujuran dan kebanggaan pada karya dan usahanya sendiri. Sehingga mereka akan biasa-biasa saja dan bangga dengan prestasi atau karya orang lain (joki).

Adanya joki karya ilmiah dapat mengakibatkan hilangnya etika dan integritas akademik. Profesionalisme para pendidik di perguruan tinggi mulai dipertanyakan. Mirisnya pelaku joki tersebut merupakan para dosen itu sendiri. Sehingga perlu ada aturan yang terkait dibarengi dengan penjelasan dan moral value bagi para pelaku akademisi.

Menghindari perjokian di kalangan akdemisi dan menjaga integritas akademisi

Kegiatan perjokian ilmiah merupakan tindakan yang sangat merugikan dunia ilmiah dan dapat menurunkan nilai atau kredibililtas penelitian yang dilakukan. Perjokian tidak hanya merugikan para peneliti terkait integritas akademisi. Namun juga memperdaya masyarakat luas yang menggunakan hasil penelitian tersebut. Oleh karena itu, prinsip etika penelitian harus selaras dengan kejujuran dan keorisinalan karya. Sehingga perjokian ilmiah tidak dapat merusak integritas penelitian dan mengurangi kualitas karya ilmiah yang dihasilkan.

Berbagai cara dapat dilakukan agar dapat mencegah dan menanggulangi perjokian ilmiah. Salah satunya dengan menerapkan prinsip integritas dalam penelitian. Integritas tersebut terdiri dari kejujuran, keterbukaan, kritis, adil, bertanggungjawab, serta menghargai hak kekayaan intelektual. Selain penerepan prinsip integritas tersebut, yang harus dilakukan adalah tetap konsisten dan kontinu melaksanakan penelitian. Sehingga dapat terus terbangun kepercayaan masyarakat pada dunia akademisi yang syarat karya ilmiah yang bermanfaat.

Selanjutnya dikembangkannya sistem pendeteksi plagiarisme juga merupakan cara untuk mencegah terjadinya perjokian ilmiah. Sistem ini sangat membantu mendeteksi tindakan perjokian ilmiah yang dilakukan oleh peneliti. Caranya dengan membandingkan hasil penelitian dengan karya yang sudah ada. Ditambah dengan adanya kerjasama dengan pengembang teknologi yang mendukung. Sehingga para pengelola institusi dapat terfasilitasi dalam mempermudah pengecekan plagiarisme di lingkungan akademisi.

Terakhir secara tegas perlunya sanksi dan hukuman merupakan salah satu hal yang penting dalam mencegah perjokian KTI. Penegakan hukum yang konsisten dapat membuat para peneliti mempertimbangkan dampak dari tindakan perjokian ilmiah tersebut. Sanki dan hukuman yang diberikan dapat berupa penarikan gelar akademik dan denda yang signifikan. Sehingga ada efek jera serta mengurangi perjokian ilmiah yang semakin marak saat ini.

Jadi, perlu dua hal yang digarisbawahi dan menjadi pembenahan agar tidak terjadi perjokian lagi. Pertama kesadaran diri bagi para dosen untuk memiliki budaya dan kesadaran dalam komunitas akademik untuk mengedepankan kejujuran dan integritas bagi mereka. Agar budaya dan iklim integrasi akademik semakin terasa, maka perlu adanya pengawasan dan kontrol dalam komunitas akademik. Semua itu agar dapat menyaring dan melacak KTI yang dihasilkan baik melalui proses perjokian. Bahkan mengkaji ulang maraknya pembentukan tim yang dibuat oleh para dosen muda untuk suksesi jabatan guru besar para senior pada sebuah perguruan tinggi.

Kedua, perlu adanya komunitas akademik (asosiasi kepakaran ilmu dosen) agar secara etika dan hukum yang berdampak pada kualitas KTI dosen. Supaya para akademisi tidak berani melakukan perjokian KTI. Karena kejujuran dan integritas bagi para akademisi sangat dijunjung tinggi. Semua itu agar dalam meraih jenjang akademik yang mereka ingin dapat terlepas dari praktik perjokian KTI.

***

.

Pos terkait