Seperti yang kita ketahui bahwa Aedes aegypti merupakan vektor utama penyebaran penyakit DBD. Oleh karena itu, Lela berinovasi untuk membuat produk berupa granul biolarvasida dari cocok bubu yang dapat digunakan sebagai pemutus rantai penyebaran penyakit DBD. Inovasi ini juga merupakan solusi dari permasalahan efek samping yang berbahaya dalam jangka panjang dan resistensinya penggunaan Abate di beberapa daerah di Indonesia.
Agenda tersebut dilanjutkan Billyardi Ramdhan, S.Pd., M.Si. untuk menyosialisasikan hasil temuan mahasiswa pada beberapa tanaman yang dapat berpotensi sebagai biolarvasida dan pengobatan penyakit DBD yang ditelusuri melalui kajian literatur dari hasil observasi tumbuhan obat keluarga (TOGA) di wilayah Kelurahan Karamat.
Billyardi mengatakan bahwa ternyata di sekitar tempat tinggal kita banyak tumbuhan atau tanaman yang berpotensi sebagai obat termasuk DBD. Beliau juga menyebutkan beberapa masyarakat di Keluarahan Karamat sudah memelihara beberapa tanaman tersebut.
“Oleh karena itu, setelah ini diharapkan masyarakat perlu menumbuhkan dan menggalakkan kembali TOGA sebagai apotek hidup bagi masyarakat itu sendiri sehingga kemandirian kesehatan yang dicanangkan pemerintah Indonesia tidak hanya sekadar wacana saja, tetapi dapat terealisasi khususnya di Keluarahan Karamat,” tutup Billy.
Kegiatan diakhiri dengan diskusi dan foto bersama antara peaserta dan apparat pemerintahan yang hadir dengan tim pengabdi.(adv/wdy)