21 PTS di Sumut Terancam Ditutup

Sedikitnya 21 dari 264 perguruan tinggi swasta (PTS) bermasalah dan terancam ditutup.

Koordinator Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah I Sumut-Aceh Prof Dian Armanto mengungkapkan, ke-21 PTS itu memiliki beragam masalah.

Bacaan Lainnya

Bahkan, ada beberapa yayasan sudah mengajukan usulan untuk ditutup. Permasalahannya antara lain karena ketiadaan mahasiswa, izin yang bermasalah atau masih dalam proses, rasio dosen tetap. Juga karena mahasiswa tak memenuhi syarat dan tidak rutin memberikan laporan, hingga adanya konflik di yayasan maupun pimpinan perguruan tinggi tersebut.

“Ada juga PTS yang bandel, padahal kampusnya bermasalah dan tidak ada progres pemenuhan terhadap temuan pelanggaran yang dilakukannya. Sehingga, kita terpaksa merekomendasikan tutup setelah diminta Dikti berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan tim Kopertis, Aptisi, dan APBPTSI,” ungkapnya, seperti dilaporkan Sumut Pos (Radar Sukabumi Group).

Diutarakannya, penutupan PTS bermasalah itu sesuai dengan Permenristekdikti No 100/2016 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.

“Masih banyaknya PTS bermasalah khususnya di Sumut, kita tidak pernah membiarkan hal itu berlanjut. Bahkan, kita berupaya ikut serta membantu untuk segera menyelesaikan masalahnya,” kata guru besar Universitas Negeri Medan ini.

Dia menuturkan, pertemuan demi pertemuan telah dilakukan berulang kali dengan tim kelembagaan Kemristekdikti. Hal itu sesuai dengan program pembinaan pengendalian pengawasan (bindalwas) Kopertis.

Karena itu, diimbau agar PTS bermasalah segera melakukan perbaikan. Misalnya, menambah dosen, sinkronisasi data mahasiswa di pangkalan data dikti, menyerahkan borang baik prodi maupun institusi dan lain sebagainya.

“PTS-PTS itu diminta segera memperbaiki diri dalam waktu 6 bulan. Apabila tak memperbaiki diri dalam waktu yang ditentukan, maka risikonya harus ditanggung yaitu ditutup.

Meski begitu, sejauh ini pihak kampus atau yayasan sedang memperbaiki diri. Jadi, kita tunggu lah bagaimana perkembangannya tahun 2018 seperti apa,” sebutnya.

Ia menambahkan, jumlah 21 PTS ini cenderung menurun dibanding tahun 2016 yang mencapai 27 kampus. Salah satunya, Politeknik Bisnis Wilmar Indonesia yang telah berbenah diri dan tidak lagi masuk dalam daftar kampus bermasalah. “Penutupan PTS bermasalah tidak akan merugikan mahasiswa.

Malahan, melindunginya dengan membebankan tanggung jawab kepada PTS asal untuk memindahkan ke PTS lain yang sesuai dengan program studinya,” pungkas Prof Dian.

Menyikapi ini, Kepala Ombudsman Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, permasalahan kampus-kampus bodong di Sumatera Utara adalah hal yang sering didengar setiap adanya penerimaan mahasiwa baru.

Bahkan, hal ini terus berlanjut hingga sekarang. Diutarakannya, kenapa calon mahasiswa masih saja mendaftar ke kampus bodong, lantaran ketidaktahuannya. Apabila mengetahui, tentu si calon mahasiswa tidak akan mendaftar ke kampus itu. “Kopertis harus ambil sikap mengenai persoalan ini.

Jangan diam saja kalau musim penerimaan mahasiswa baru khususnya di PTS,” cetus Abyadi.
Menurutnya, untuk menghindari banyaknya calon mahasiswa terkena ‘jebakan’, Kopertis harus gencar mempublis nama dan alamat perguruan tinggi bodong itu.

Publikasi nama dan alamat PTS bodong tersebut bisa dilakukan dengan berbagai cara.

Misalnya, bisa disampaikan melalui media cetak dan bisa juga menyebar brosur ke masyarakat, terutama ke desa-desa. Sebab, yang selalu jadi korban PTS bodong adalah calon mahasiswa dari kampung.

“Umumkan kampus-kampus mana saja yang bodong, supaya calon mahasiswa tidak mendaftar. Jangan sudah banyak mendaftar dan saat wisuda mereka mendapat ijazah bodong, kan kasihan,” tuturnya.

Diutarakan dia, selain memberikan informasi Kopertis juga harus tegas dan cekatan membersihkan adanya kampus-kampus bodong.

Bahkan, bila perlu Kopertis bisa meminta bantuan Kepolisian jika mereka merasa terancam saat menertibkan kampus-kampus bodong.

“Kopertis perlu koordinasi dengan Kepolisian, kalau memang PTS-nya bodong,” ucap Abyadi. Ia menambahkan, bagi para calon mahasiswa harus lebih teliti dalam memilih kampus.

Jangan hanya karena biaya dan kuliahnya fleksibel, lalu langsung masuk. “Diteliti terlebih dahulu status kampusnya bagaimana, supaya tidak menyesal dikemudian hari,” imbuhnya. (ris/adz/jpg/pojoksatu)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *