KPK Tetapkan Bupati Bengkayang Tersangka

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers terkait OTT Bupati Muara Enim di Jakarta, Selasa (3/9/2019). KPK menetapkan Bupati Muara Enim Ahmad Yani sebagai tersangka kasus suap. Selain itu, KPK menjerat Kepala Bidang Pembangunan Jalan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Muara Enim, Elfin Muhtar dan pemilik PT Enra Sari Robi Okta Fahlefi sebagai tersangka, dan mengamankan barang bukti berupa uang USD 35 ribu yang diduga sebagai bagian dari fee 10 persen yang diterima Bupati Bengkayang, Kalimantan Barat Suryadman

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bengkayang, Kalimantan Barat Suryadman Gidot sebagai tersangka. Si Kepala daerah ini diyakini menerima suap terkait pembagian proyek pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Bengkayang tahun 2019. KPK juga menetapkan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Alexius (AKS) sebagai tersangka penerima suap. Selain itu, ada juga lima orang pihak swasta yakni Rodi (RD), Yosef (YF), Nelly Margaretha (NM), Bun Si Fat (BF) dan Pandus (PS) ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Bacaan Lainnya

“KPK saat ini telah meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/9).

Basaria juga menjelaskan, pada Jumat (30/8) terdapat permintaan uang dari SG selaku Bupati Bengkayang kepada AKS (Kepala Dinas PUPR Bengkayang) dan YN (Kepala Dinas Pendidikan Bengkayang). Permintaan uang tersebut dilakukan SG atas pemberian anggaran penunjukan langsung tambahan APBD-Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp 7,5 miliar dan Dinas Pendidikan sebesar Rp 6 miliar.

Menurutnya, AKS dan YN diminta menghadap Bupati pada pukul 08.00 WIB pagi. Pada pertemuan tersebut, SG diduga meminta uang kepada AKS dan YN masing-masing sebesar Rp 300 juta. Uang tersebut diduga diperlukan SG untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya. SG juga meminta untuk disiapkan pada hari Senin dan diserahkan kepada SG di Pontianak.

Menindaklanjuti hal tersebut, pada Minggu (1/9). AKS menghubungi beberapa rekanan untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran di awal. Hal ini dilakukan dikarenakan uang setoran tersebut diperlukan segera untuk memenuhi permintaan dari Bupati. “Untuk satu paket pekerjaan penunjukan langsung dimintai setoran sebesar Rp 20-25 juta, atau minimal sekitar 10 persen dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung yaitu Rp 200 juta,” ucap Basaria.

Basaria juga menyatakan, pada Senin (2/9) AKS menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepakati fee sebagaimana disebut sebelumnya, terkait dengan paket pekerjaan penunjukan langsung melalui FJ selaku staf honorer pada Dinas PUPR. “Rincian Rp 120 juta dari BF, Rp 160 juta dari PS, YF dan RD dan Rp 60 Juta dari NM,” jelas Basaria.

Sebagai pihak yang diduga pemberi suap RD, YF, NM, BF dan PS disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan, sebagai pihak yang diduga penerima, SG dan AKS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

(wan/jpg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *