Komnas HAM : Vonis Ringan Tidak Harus Masuk Penjara

HAM
DILAPAP API: Foto rilisan Kemenkum HAM memperlihatkan kondisi di dalam lapas yang terbakar. Para napi tewas karena terkunci di sel masing-masing. (KEMENKUMHAM/AFP)

JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang menjadi sorotan banyak pihak.  Problem overload pun kembali mengemuka. kondisi itu terjadi karena arus masuk dan keluar lapas tidak seimbang.

Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab menyampaikan, overload dalam lapas bukan hanya perkara angka. Lebih dari sekadar kapasitas yang tidak sebanding dengan isi. Overload dalam lapas, kata dia, memunculkan banyak masalah.

”Bahwa di Indonesia, krisis kemanusiaan terjadi di dalam lapas,” ungkap dia dalam diskusi publik kemarin (20/9).

Overload menjadi problem utama. Amir mencontohkan rata-rata kondisi di lapas-lapas tipe B. ”Overkapasitasnya (overload, Red) itu sudah lebih dari 400 persen,” imbuhnya. Menurut dia, itu terjadi karena ketidakseimbangan jumlah warga binaan atau narapidana (napi) yang masuk dan keluar lapas.

”Menurut saya, arus masuk (napi) terlalu deras, sementara arus keluarnya kecil,” terang dia.

Masalah itu, lanjut Amir, tidak akan dapat diselesaikan dengan membangun lapas-lapas baru. ”Selama arus masuknya sangat deras, overkapasitas itu tidak akan bisa diatasi,” imbuhnya.

Karena itu, dia sependapat dengan pandangan yang menyatakan bahwa mekanisme pemenjaraan harus dibenahi. Tujuannya, menekan arus masuk napi ke dalam lapas atau penjara. Bila tidak dilakukan, masalah tersebut akan memicu persoalan lain. ”Segala macam hal bisa terjadi di dalam lapas,” ujarnya.

Termasuk pelanggaran-pelanggaran yang bersentuhan dengan kemanusiaan dan hak asasi. Untuk itu, dia menilai harus ada perubahan. Salah satunya, kesadaran publik. Menurut dia, tidak semua kesalahan harus dikoreksi atau ditebus lewat penjara.  ”Mungkin jenis-jenis penghukuman perlu diubah,” tambah dia.

Termasuk bagi pelanggar aturan pidana. Dia mengungkapkan, harus ada mekanisme baru sehingga tidak semua dijebloskan ke dalam penjara. Misalnya, yang vonis ringan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *