Hukuman Mantan Menteri Edhy Prabowo Disunat MA Jadi 5 Tahun Penjara

Edhy
Hukuman pidana penjara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, disunat oleh Majelis Hakim Kasasi di Mahkamah Agung (MA). Hukuman Edhy kembali menjadi 5 tahun penjara.

JAKARTA — Hukuman pidana penjara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, disunat oleh Majelis Hakim Kasasi di Mahkamah Agung (MA). Hukuman Edhy kembali menjadi 5 tahun penjara.

Hal itu merupakan putusan Majelis Kasasi MA nomor 942 K/Pid.Sus/2022 tanggal 7 Maret 2022 atas nama Edhy Prabowo. Dalam putusannya, Majelis Hakim menolak permohonan kasasi dari pemohon, dalam hal ini terdakwa Edhy Prabowo.

Bacaan Lainnya

Namun demikian, Majelis Hakim Kasasi memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 30/Pid.Sus-TPK/2021/PT DKI tanggal 1 November 2021, yang mengubah putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 26/Pid.Sus/TPK/2021/PN. Jkt. Pst tanggal 15 Juli 2021 mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Edhy.

Majelis Hakim Kasasi menjatuhkan pidana kepada Edhy dengan pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 2 tahun, terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.

Dalam putusannya, Majelis Hakim mempertimbangkan alasan menyunat pidana untuk Edhy. Menurut Majelis Hakim, putusan Pengadilan Tinggi DKI yang mengubah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kurang mempertimbangkan keadaan yang meringankan terdakwa Edhy.

Sehingga menurut Majelis Hakim Kasasi hukuman perlu diperbaiki, dengan alasan bahwa pada faktanya terdakwa Edhy sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya bagi nelayan.

Di antaranya Edhy mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12/PERMEN-KP/2020.

Peraturan tersebut diganti dengan tujuan adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat, yaitu ingin memberdayakan nelayan dan untuk dibudidayakan karena potensi lobster di Indonesia sangat besar.

Lebih lanjut, kata Majelis Hakim Kasasi, dalam Peraturan Menteri yang baru tersebut menjelaskan bahwa eksportir disyaratkan untuk memperoleh benih bening lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL, sehingga jelas perbuatan terdakwa Edhy tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil.

Adapun sebagai Ketua Majelis Hakim Kasasi, yaitu Sofyan Sitompul dengan didampingi dua anggota Majelis Hakim Kasasi, Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani.

Sesuai putusan Majelis Hakim PT DKI pada Senin, 1 November 2021, hukuman untuk Edhy diperberat menjadi 9 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Edhy juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan sejumlah 77 ribu dolar AS dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh terdakwa.

Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan setelah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *