Hukum Tukar Uang, Syariat Islam Mengharamkan dengan Catatan Riba

Warga menukar uang baru. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)
Warga menukar uang baru. (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

JAKARTA –- Menjelang lebaran, salah satu fenomena yang kerap terlihat adalah Tukar uang. Orang akan menukar sejumlah uang tertentu dengan uang cetakan baru dalam pecahan yang lebih kecil. Tradisi itu sudah marak di masyarakat.

Akan tetapi, tak sedikit yang mengaitkan hukum tukar uang dengan jual beli uang. Tentu saja, hal tersebut diatur di dalam syariat Islam.

Majelis Ulama Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa terkait dengan jual beli mata uang. Dilansir dari situs resmi Universitas Muhammadiyah Surabaya, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam aktivitas jual beli mata uang itu.

Pertama, aktivitas itu dilakukan bukan untuk melakukan spekulasi. Hal ini terkait dengan aktivitas jual beli forex yang dilakukan pasar sekunder. Kedua, terdapat kebutuhan transaksi untuk menjaga nilai mata uang yang terus jatuh. Hal itu dipersamakan dengan kebutuhan investasi.

Selanjutnya, jika jual beli dilakukan terhadap mata uang sejenis, nilainya harus sama dan tunai. Keempat, jika berlainan jenis, bisa diberlakukan sesuai kurs tapi harus tetap dilakukan secara tunai.

Jika melihat keempat syarat tersebut, penukaran uang bukan masalah. Namun, ada hal lain yang kerap menjadi pertanyaan.

Arin Setyowati, Dosen Perbankan Syariah Fakultas Agama Islam UMS menyebutkan, adanya potensi transaksi riba di dalam aktivitas itu. Riba bukan hanya selesai dalam urusan utang-piutang, tetapi juga bisa muncul dalam ranah jual-beli. Salah satunya, dalam jual beli mata uang.

”Manakala dalam penukaran mata uang tersebut terdapat perbedaan antara jumlah dibayar dan pecahan uang yang diterima, termasuk praktik riba yang diharamkan,” papar Arin Setyowati.

Fenomena itu banyak terjadi di masyarakat. Contohnya, ketika pedagang menjual pecahan uang dengan ada tambahan harga. Ketika menukarkan uang, biasanya yang dijajakan di tepi jalan, orang harus membayar tambahan sebagai ongkos tukar.

”Jika ingin mendapatkan pecahan uang baru senilai satu juta rupiah, maka uang yang harus dibayar adalah satu juta sepuluh ribu rupiah. Praktik ini dikategorikan riba karena transaksi terjadi atas mata uang yang sejenis,” terang Arin Setyowati.

”Lain halnya jika transaksi dilakukan pada mata uang yang berbeda. Berlaku nilai kurs yang mungkin akan fluktuatif nilainya setiap waktu,” ujar dia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *