Erick Thohir Terbitkan Enam Aturan Baru, Anak Usaha Harus Sesuai Bisnis Inti

Erick Thohir

RADARSUKABUMI.com – Karut-marut tata kelola berbagai badan usaha milik negara (BUMN) menjadi sorotan. Terutama setelah terungkapnya kasus penyelundupan motor Harley-Davidson yang menjerat direksi Garuda Indonesia.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta mengingatkan, BUMN seharusnya menjadi agen perubahan. BUMN harus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Bacaan Lainnya

Dia mengakui, tidak sedikit BUMN yang sudah mapan bahkan ikut menggarap proyek-proyek di luar negeri. Itu sesuai dengan harapan Presiden Joko Widodo bahwa BUMN bisa berkompetisi tidak hanya di kawasan regional, tapi juga global.

Namun, Arif juga mengakui, ada BUMN yang berkembang tidak sesuai dengan core business (bisnis inti) perusahaan induk. Karena itu, dia mengapresiasi langkah cepat Menteri BUMN Erick Thohir dalam merespons persoalan penataan anak-anak usaha BUMN.

”Bukan tidak boleh, tapi ya jangan jauh dari core competence-nya. Usaha pelabuhan, misalnya, apa urusan dengan katering? Itu harus dibagikan, jangan sampai BUMN mematikan usaha rakyat,” kata Arif dalam diskusi Garuda dan Momentum Pembenahan BUMN di Jakarta kemarin (14/12). Dengan begitu, tidak menghambat pertumbuhan ekonomi domestik.

Menurut dia, seperti halnya dengan perusahaan swasta, tidak semua BUMN memiliki tata kelola usaha yang baik. Namun, lantaran dikelola negara, BUMN harus mampu menjadi teladan yang baik. ”Kalau yang dikelola negara aja tidak bisa jadi teladan, bagaimana?” ujarnya.

Kepala Bagian Protokol dan Humas Kementerian BUMN Ferry Andrianto mengungkapkan, sesuai dengan instruksi Presiden Jokowi yang menargetkan BUMN harus go global pada 2024, BUMN harus berbenah. Pembenahan itu dilakukan cukup cepat oleh Erick. Setidaknya sudah enam aturan baru dibuat pendiri Mahaka Group itu dalam waktu kurang dari dua bulan untuk menertibkan perusahaan-perusahaan milik negara tersebut.

”Ini membuktikan Pak Erick tidak main-main dan benar-benar ingin membawa perubahan, suasana baru. Karena untuk sebuah usaha, BUMN itu luar biasa besar. Bahkan, mungkin separo ekonomi Indonesia itu BUMN,” papar dia.

Hingga saat ini, setidaknya ada 142 BUMN. Namun, Ferry mengakui, jumlah anak-cucu BUMN cukup banyak. Menurut dia, ada latar belakang yang membuat BUMN akhirnya memiliki anak usaha. Yakni, kebutuhan yang berkaitan dengan BUMN terkait.

Misalnya, BUMN tambang biasanya memiliki hotel dan rumah sakit sendiri. ”Jadi, ini dulu memang ada sejarahnya. Diawali dari kebutuhan masing-masing BUMN,” tuturnya.

Namun, lanjut Ferry, dalam perkembangannya, anak-anak usaha BUMN tersebut ternyata tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan BUMN induk. Tetapi, juga untuk masyarakat umum. Akibatnya, anak-anak usaha BUMN itu pun makin besar sehingga mematikan usaha swasta.

Nah, saat ini mulai dilakukan inventarisasi terkait BUMN yang memiliki anak-anak usaha serupa. Misalnya, BUMN yang memiliki rumah sakit seperti Pertamina, Pelni, hingga PTPN. Rencananya, anak-anak usaha yang bergerak di bidang yang sama itu akan dikonsolidasikan.

”Pak Erick sudah mulai inventarisasi walaupun sebenarnya rencana mengatur anak usaha ini sudah ada di kementerian (era) sebelumnya. Jadi, kemarin Pak Menteri sudah buat kebijakan untuk memantapkan kembali konsolidasi yang diatur dalam SK Nomor 315 (SK-315/MBU/ 2019),” paparnya.

Dalam surat keputusan tersebut, lanjut Ferry, antara lain, diatur soal moratorium pendirian anak usaha baru. Namun, dikecualikan bagi perusahaan yang mengelola jasa konstruksi dan jalan tol karena hal tersebut berkaitan dengan proyek strategis nasional. ”Prinsipnya adalah ini Pak Menteri sedang review kembali sehingga konsolidasi anak usaha ini bisa dukung induknya. Jangan sampai tidak jelas dan tidak sesuai core business-nya,” katanya.

”Banyak anak usaha BUMN, tapi justru nilai leverage kurang untuk dukung bisnis utama. Jangan sampai masyarakat merasa bisnis mereka diambil BUMN,” lanjut Ferry.

Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menyoroti rangkap jabatan sebagai direksi sekaligus komisaris anak usaha Garuda yang dilakukan mantan Dirut Garuda Ari Askhara. Menurut dia, itu akan menimbulkan kecemburuan sosial. Pengawasan terhadap anak perusahaan memang merupakan salah satu tugas Dirut. Namun, jabatan komisaris pada enam anak usaha Garuda Indonesia dinilainya sangat berlebihan. ”Tentu saja fungsi Dirut mengawasi anak perusahaan itu ada, tapi apakah itu perlu jadi komisaris? Apakah perlu sebanyak itu?” kata Berly.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020, kata dia, diperkirakan akan mengalami perlambatan. Kondisi ekonomi itu berbanding terbalik dengan yang terjadi di kursi jabatan perusahaan BUMN. ”Tahun depan ekonomi kita akan lebih lemah. Melihat ada pimpinan yang rangkap jabatan begitu tentu membuat masyarakat bertanya-tanya, itu gajinya berapa ya? Pada akhirnya menimbulkan kecemburuan sosial yang cukup tinggi,” tuturnya.

Berly menyarankan Menteri BUMN Erick Thohir agar dapat membatasi jatah kepemimpinan di perusahaan BUMN. Selain itu, pihaknya berharap, sekalipun jabatan harus dirangkap, sebaiknya dilihat pula rekam jejak kinerjanya. ”Setidaknya yang menjabat di banyak anak perusahaan BUMN itu dilihat dulu kinerjanya seperti apa,” ujarnya.

Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Chris Kanter menambahkan, upaya bersih-bersih BUMN yang dilakukan Erick, termasuk merampingkan anak dan cucu usaha BUMN, harus dilakukan dengan hati-hati. Sebab, menurut dia, tidak semua anak dan cucu usaha BUMN menyimpang dari core business induk. Ada beberapa badan usaha, baik anak maupun cucu usaha BUMN, yang justru menopang induk usahanya. ”Jadi, itu tidak bisa kita generalisasi, karena macam-macam. Harus melihat seluruh masalah yang ada, kenapa ini harus dilikuidasi, kenapa ini mesti dimerger dan lainnya,” kata Chris.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *