Bocoran RUU Omnibus Law Dikirim ke DPR, Ini Isinya

Demo buruh di depan Gedung DPR menolak menolak RUU Omnibus Law klaster ketenagakerjaan. Foto: Aristo Setiawan/JPNN

JAKARTA – Pemerintah telah menyampaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Saat ini hanya menunggu pembahasan agar bisa diundangkan.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, tujuan adanya Omnibus Law perpajakan ini adalah untuk memperkuat perekonomian dalam negeri.

Bacaan Lainnya

“Kondisi ekonomi sudah dipahami butuh sesuatu agar ekonomi bisa meningkat dan berkembang lagi. Gimana meningkatkan kondisi ekonomi Indonesia? harapannya, pembangunan nasional bisa meningkat,” ujarnya di Gedung Ditjen Pajak (DJP), Rabu (12/2/2020).

Ia menjelaskan, draf yang sudah diserahkan ke dewan tersebut berisi enam pilar utama mulai dari meningkatkan pendanaan investasi hingga mengatur kembali fasilitas perpajakan yang selama ini sudah ada.

“Ada 6 pilar yang coba kita bangun dan kalau dilihat, ada UU terdampak. Disebut omnibus karena beberapa UU terdampak dengan RUU ini, yakni UU PPh, PPN, KUP, Kepabeanan Cukai, PDRD dan Pemda,” kata dia.

Berikut bocoran enam pilar yang ada di draf RUU Omnibus Law Perpajakan tersebut:

1. Meningkatkan pendanaan investasi.
Dalam pilar pertama ini ada empat poin yang ditekankan pemerintah. Pertama, Penurunan tarif PPh Badan secara bertahap dari 25% menjadi 20% pada 2023.

Kedua, Penurunan tarif PPh Badan Wajib Pajak yang melakukan Go Public. Ketiga, Penghapusan PPh atas dividen dari dalam negeri dan keempat, ruang untuk penyesuaian tarif PPh Pasal 26 atas bunga.

2. Sistem Teritor untuk penghasilan luar negeri.
Dalam pilar kedua ini ada dua poin utama yang ditekankan pemerintah. Pertama, Penghasilan tertentu termasuk dividen dari luar negeri tidak dikenakan PPH sepanjang diinvestasikan di Indonesia.

Kedua, Penghasilan Warga Negara Asing (WNA) yang menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) hanya atas penghasilan dari Indonesia saja.

3. Penentuan Subjek Pajak Orang Pribadi
Pertama, Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari akan menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN). Kedua, WNA yang tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia menjadi SPDN.

4. Mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela.
Dalam pilar keempat ini, ada dua poin utama yang ditekankan pemerintah. Pertama, relaksasi hak pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak. Kedua, pengaturan ulang untuk sanksi administratif pajak, pabean dan cukai serta imbalan bunga.

5. Menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri
Pertama, pemajakan transaksi elektronik dengan penunjukan platform memungut PPN dan pengenaan pajak kepada SPLN atas transaksi elektronik di RI.

Kedua, rasionalisasi pajak daerah dengan penetapan tarif pajak Daerah yang berlaku nasional dan evaluasi terhadap Perda PDRD terhadap kebijakan fiskal nasional.

Ketiga, relaksasi penentuan jenis barang kena cukai.

6. Pengaturan fasilitas dalam RUU Perpajakan
Pertama, melakukan pengaturan ulang terhadap fasilitas pajak yang selama ini sudah ada yakni tax holiday dan super deduction.

Kemudian ada juga, fasilitas PPH untuk kawasan ekonomi Khusus (KEK), PPH untuk surat berharga negara (SBN) dan Keringanan atau pembebasan pajak Daerah oleh Kepala Daerah. (Sumber: cnbcindonesia.com)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *