SUKABUMI – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi mencatat, kasus campak di Kota Sukabumi mengalami peningkatan pada 2022 lalu. Di mana, pada tahun 2021 terjadi sebanyak dua kasus dan pada 2022 naik menjadi enam kasus. Namun kasus penyakit campak ini belum masuk kejadian luar biasa (KLB).
“Kasus campak itu dilaporkan berada di wilayah Puskesmas Sukakarya, Sukabumi dan Nanggeleng. Tetapi, tidak masuk pada KLB karena kasusnya tidak bersamaan dan tidak di satu tempat. Walaupun ada dua kasus di satu tempat, akan tetapi rentang waktunya berbeda atau berjauhan,” terang Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada Dinkes Kota Sukabumi, Wita Darmawanti, belum lama ini.
Menurut dia, masa inkubasi pada kasus campak ini selama tujuh hari. Dianggap KLB sambung dia, jika dalam dua kali masa inkubasi ada banyak kasus dan kemungkinan KLB. Namun dalam satu tahun lalu tidak ada kejadian tersebut.
“Saat itu, ada 38 sampel yang dikirim diduga campak yang positif, tetapi hanya enam kasus saja yang positif. Sementara puluhan sampel lainnya negatif campak,” aku dia.
Wita menambahkan, pada masa pandemi tenaga kesehatan fokus menangani Covid. Sehingga saat ini, tenaga kesehatan fokus pada pelaksanaan imunisasi dasar karena perannya penting dalam mencegah campak.
“Campak bisa dicegah dengan imunisasi dasar dan posyandu menggiatkan lagi agar masyarakat sadar dengan kesehatan anak-anak. Di mana bagi orangtua yang mempunyai balita harus imunisasi campak.” ungkap Wita.
Kalau imunisasi lanjut Wita, tidak akan kejadian lagi kasus campak. Ke depan digiatkan lagi memonitor program imunisasi yang sebelumnya terdampak pandemi Covid.
Intinya lanjut Wita, bangkit lagi untuk mencegah penyakit seperti campak. Rata-rata kasus campak karena tidak diimunisasi dan seharusnya semua sudah sadar agar anaknya diimunisasi agar kebal dengan penyakit campak. (cr4/t)