Gunakan Wood Pellet, Tahu Kuring Terjamin

Ali Rahman Alfarizi, pemilik Tahu Kuring saat memperlihatkan Wood Pellet yang digunakan untuk pembakaran pembuatan tahu miliknya. ARDI/RADAR SUKABUMI

SUKABUMI – Pembuatan tahu dengan bahan bakar plastik sempat menghebohkan masyarakat beberapa waktu lalu. Meski kondisi itu berada di wilayah Sidoarjo, namun hal itu berdampak pada pabrik tahu di Kota Sukabumi, bahkan setelah viral di sejumlah media, penjualan tahu di pasaran sempat lesu selama satu pekan.

“Iya, ada sekitar satu minggu penjualan lesu, banyak sisa,” ujar Ali Rahman Alfarizi, pemilik Tahu Kuring yang berlokasi di Jalan Letda T Asmita Kampung Tonjong Kelurahan Gedong Panjang Kecamatan Citamiang, belum lama ini.

Bacaan Lainnya

Untuk kembali memberikan kepercayaan kepada masyarakat, Ia kerap melakukan sosialisi dengan memanfaatkan media sosial dan pemberian pemahaman secara langsung. Diakui dia, untuk di Kota Sukabumi pembuatan tahu masih terbilang aman meski bahan bakar yang berbeda-beda. “Ada yang pake gas, kayu dan lain-lain. Kalau di Tahu Kuring menggunakan Wood Pelet,” aku Ali.

Diungkapkan Ali, Wood Pellet ini merupakan serpihan kayu pohon Kaliandra yang diolah menjadi bahan bakar berbentuk butiran-butiran murip pil berukuran besar. Di mana, Wood Pelet ini sangat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan asap tebal yang menganggu polusi udara. “Wood Pellet lebih irit dan pembakaran pun lebih cepat,” tambahnya.

Apalagi sambung dia, pembakaran yang dihasilkan tidak akan mengganggu pada kualitas tahu, sehingga tahu yang dihasilkan terjamin dari segi higenis dan rasanya. “Bisa dicoba, apalagi Tahu Kuring yang kita buat memiliki kelembutan yang membuat lidah ingin terus mencicicpinya,” ucap pria berambut gondrong ini. “Dari segi keuntungan kita lebih hemat sekitar Rp4,5 juta perbulan,” sambungnya.

Ali menambahkan, permasalahan kasus bahan bakar plastik sudah mereda, namun para pembuat tahu di Kota Sukabumi kembali mendapatkan ujian dengan naiknya harga garam dan kunyit. “Garam naiknya berangsur-angsur, saat ini hanya Rp 200, tapi bagi kami itu cukup berpengaruh,” keluhnya.

Untuk harga kunyit sendiri, saat ini naik sebesar Rp2 ribu perkilogram. Kondisi itu diperparah dengan keberadaannya yang sulit dicari. “Dipasaran sudah jarang, terpaksa saya nyari sendiri ke petani dan Alhamdulillah masih ada, meski dengan jumlah yang kecil,” pungkasnya. (cr1/t)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *