Pakar Forensik Soroti Kasus Penganiayaan yang Menewaskan Perempuan Asal Sukabumi Jawa Barat, Ada Lima Poin

Dini sera afrianti, wanita asal sukabumi, ditemukan tewas setelah malam hiburan bersama teman kencannya. Dugaan terlibatnya anak pejabat DPR RI mempertebal misteri tragis di surabaya.
Dini sera afrianti, wanita asal sukabumi, ditemukan tewas setelah malam hiburan bersama teman kencannya. Dugaan terlibatnya anak pejabat DPR RI mempertebal misteri tragis di surabaya.

SUKABUMI – Gregorius Ronald Tanur ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penganiayaan terhadap perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat, bernama Dini Sera Afrianti alias Andini (27) di Surabaya, Jawa Timur. Tersangka diketahui anak anggota DPR RI dari Fraksi PKB.

Kasus yang sedang menjadi buah bibir itu disoroti pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel. Sebelumnya, Polrestabes Surabaya menetapkan Ronald Tanur sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Bacaan Lainnya

Menurut Reza hal itu berarti, Ronald sebatas ditersangkakan sebagai pelaku penganiayaan dan atau kelalaian yang mengakibatkan korbannya meninggal dunia. Dari kronologis yang sesuai press rilis dari Polrestabes Surabaya, perilaku terindikasi melakukan kekerasan secara bereskalasi.

“Dari menyasar organ tubuh bagian bawah (kaki) ke organ tubuh bagian atas (kepala). Dari sebatas tangan kosong ke penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan berlanjut ke penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil),” kata Reza dalam keterangannya kepada Radar Sukabumi, Minggu (7/10).

Reza menjelaskan, eskalasi kekerasan sedemikian rupa ditambah tidak ada kekerasan yang meleset dari organ vital pada Dini Sera Afrianti alias Andini. Serta, terdapat jeda antara menabrak dan bagian kekerasan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa Ronald Tanur berada dalam tingkat kesadaran yang memadai untuk meredam atau menghentikan perbuatannya.

“Namun, alih-alih menyetop, dalam kondisi kesadaran tersebut GRT (pelaku,red.) justru menaikkan intensitas kekerasan terhadap sasaran,” ujar Reza.

Hal itu, kata Reza lagi, menjadi penanda bahwa Ronald Tanur dengan sengaja tidak mengontrol dirinya untuk menghentikan serangan terhadap Dini Sera Afrianti alias Andini. “Tapi justru memfungsikan kontrol dirinya untuk meneruskan bahkan memperberat perilaku kekerasannya,” sebutnya.

Dengan kondisi kesadaran tersebut, menurut Reza, patut diduga bahwa Ronald Tanur seharusnya sadar dan tahu bahwa perbuatannya dapat menewaskan Andini. “Dengan kata lain, diperkirakan pada waktu itu di kepala GRT sudah muncul pemikiran atau imajinasi tentang kematian korban,” tutur Reza.

Pada momen ketika pemikiran kematian Dini Sera Afrianti alias Andini itu muncul dalam benak Ronald Tanur, maka bisa ditafsirkan lengkap alur perbuatan pelaku. Bahwa kekerasan bereskalasi dan disertai dengan imajinasi tentang kematian sasaran. Atas dasar itu, Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan pasal 338 KUHP.

“Yang perlu diselidiki adalah ada tidaknya kontrol diri sebagai perwujudan kesadaran GRT. Untuk memastikannya, perlu ditemukan beberapa hal. Pertama, pola eskalasi perilaku kekerasan GRT terhadap sasaran (korban,red.),” kata Reza.

Kedua, selain rentang waktu kekerasan secara keseluruhan, harus dicek pula interval antara bagian kekerasan yang satu dengan yang lainnya. Ketiga, polisi harus memeriksa ponsel pelaku dan korban guna memantapkan ada tidaknya pesan atau komunikasi yang menggenapi eskalasi kekerasan tersebut.

“Keempat, maaf, periksa apakah SA (korban,red.) dalam keadaan hamil atau kondisi-kondisi fisik lainnya yang bisa menjadi pretext bagi GRT untuk melenyapkan SA. Dan kelima, jika dapat ditakar kadar alkohol dalam tubuh GRT. Apakah kadar alkohol tersebut berada pada level yang masih memungkinkan dia melakukan kontrol terhadap pikiran dan perilakunya sendiri,” tukas Reza. (izo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *