Benteng Gedong Belanda, Sisa Penjajahan di Pelosok Bandung Barat

Benteng Gedong Belanda
Benteng Gedong Belanda, Sisa Penjajahan Belanda di Kabupaten Bandung Barat (KBB)

CILILIN – Salah satu peninggalan Belanda yakni Benteng Gedong Belanda di Kampung Cimalik RT 04/05, Desa Karanganyar, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB) masih berdiri kokoh.

Benteng tersebut seakan menjadi saksi bisu kerja rodi dan sistem upah murah yang diterapkan pemerintah kolonial pada waktu itu kepada masyarakat.

Bacaan Lainnya

Kasi Sejarah dan Cagar Budaya pada Disparbud Bandung Barat, Asep Diki Hidayat mengatakan, proses pembangunan benteng tersebut dikerjakan masyarakat Bumi Putera yang dibayar sebesar 3 sen per hari.

“Bisa jadi dari pemerintah Hindia Belanda upahnya sesuai standar waktu itu. Tapi mungkin disunat oleh para pejabat lokal,” katanya.

Ia menambahkan, Situs Gedong Belanda itu merupakan bangunan atau benteng bersejarah peninggalan kolonial Belanda yang dibangun 1912 dan selesai pada tahun 1918.

“Benteng itu dibangun pada tahun 1912 dan selesai 6 tahun kemudian (1918) dengan total 5 buah,” ujarnya.

Ia menyebut, pembanguan benteng tersebut bertujuan mempertahankan tanah hasil jajahan Belanda. Oleh karena itu, atas perintah Kerajaan Kolonial Belanda benteng tersebut dibangun.

Diketahui Belanda saat ini menerapkan sistem tanam paksa atau cultuurstelsel. Dengan aturan itu para petani pribumi wajib menyisihkan sebagian lahannya untuk ditanami komoditas ekspor atau bekerja suka rela menggarap tanah pemerintah.

Sistem tanam paksa ini dibuat Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada 1830.

Van den Bosch mewajibkan para petani menyediakan seperlima atau 20 persen lahannya untuk ditanami komoditas yang sangat laku di pasar Eropa.

Komoditas yang dimaksud di antaranya gula, kopi, serta nila atau tarum. Tanaman ini ditanam di samping padi yang digarap petani.

Pembangunan benteng tersebut tak lain untuk mengamankan lahan-lahan tersebut. Apalagi saat itu tengah berkecamuk Perang Dunia I pada tahun 1914 hingga tahun 1918.

Negara yang terlibat yaitu, Jerman, Turki dan sekutunya, melawan blok Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Rusia dan lainnya. “Kedua kubu itu berlomba untuk memperebutkan tanah jajahannya,” jelasnya.

Ia menambahkan, berdasarkan perhitungan kerajaan kolonial Belanda saat itu, bila perang terjadi bakal berimbas pula pada negeri jajahannya yaitu, Nederland Indie (Hindia Belanda).

Maka saat itu Belanda gencar membangun benteng di beberapa titik Priangan, salah satunya di Cililin.

Menurut Diki, pembangunan benteng ini dipimpin dari kalangan pribumi dan satu orang Belanda. Satu bertugas jadi pimpinan proyek, satu lagi bertugas jadi mandor.

Warga sekitar mengenal mandor pembangunan benteng itu dengan sebutan Tuan Bangkok dan pemimpin proyek bernama Tuan Jaksen.

“Untuk pimpinan proyeknya adalah seseorang yang berkebangsaan Belanda dikenal dengan Tuan Jaksen,” terangnya.

Kedua orang penggagas benteng tersebut meninggal dunia di wilayah Jawa Barat dan dimakamkan pula di tanah Sunda.

“Tuan Bangkok meninggal dan dimakamkan di Kampung Bunker, Desa Karanganya, Kecamatan Cihampelas. Sedangkan Tuan Jaksen dimakamkan di lereng gunung Tilu (tiga), Ciwidey,” pungkasnya.

(kro/radarbandung)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *