Adapun sampah rumah tangga, ternyata disimpan di tempat khusus. Tidak boleh ada sampah yang dibuang ke sungai. Sebab, masyarakat tahu betul bahwa kebersihan sungai itu membuat nyaman turis dari Argentina atau dari luar negeri. ’’Untuk pengelolaan sampah, ada boat khusus yang mengangkut. Seminggu tiga kali boat itu mengambil sampah dari rumah warga,’’ kata Cristina.
Karena berada di delta sungai, sebagian besar penduduk menggunakan sarana transportasi berupa kapal. Termasuk, anak-anak yang berangkat ke sekolah pun menggunakan kapal. Di pinggir sungai itu memang ada sekolah yang sedang libur. ’’Elementary and secondary school (SD dan SMP),’’ ujar dia.
Perjalanan menyusuri Rio Sarmiento hampir 25 menit. Christina pun menunjukkan sebuah rumah yang lain daripada yang lain. Rumah panggung, tapi dipagari dinding kaca. Rumah bercat kuning telur itu ada museum yang merupakan milik salah satu perintis wisata sungai Tigre.
Namanya Domingos Faustino Sarmiento. Rumah yang dibangun sekitar 1855 tersebut kini menjadi Museo Casa Sarmiento dan dibuka pada 1966.
Sayang sekali, perahu yang kami naiki tak sampai bersandar dan masuk ke museum tersebut. Kami hanya melihat dari atas perahu sambil mendengarkan penjelasan Cristina. ’’Pemilik rumah itu, Sarmiento, yang menjadikan delta sungai ini ramai dan tertata bagus,’’ jelasnya.
Sekilas, konsepnya memang mirip kanal-kanal di Eropa. Misalnya, Venezia di Italia yang penuh suasana romantis atau Amsterdam di Belanda. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang ikut dalam rombongan tersebut ternyata pernah mengunjungi Tigre sekitar 10 tahun lalu. Dia juga berkeliling sungai dengan kapal. ’’Tapi, saat itu lebih kecil kapalnya,’’ ungkapnya.
Dia menyebutkan, tak banyak hal yang berubah dari sungai dan rumah-rumah khas yang memiliki rumput hijau di halamannya itu. Yang dia ingat, dirinya pernah makan di salah satu restoran di pinggir delta tersebut. ’’Tetap bersih dan terjaga ekosistemnya,’’ ujar pria yang akrab disapa chief itu.
