Kisah Perjuangan Mualaf Arnita Hingga Kehilangan Beasiswa (1)

Arnita Rodelia Turnip menaruh harapan besar ketika bisa melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor (IPB). Apalagi kuliahnya ditopang dari beasiswa utusan daerah (BUD) dari daerah asalnya, Kabupaten Simalungun. Di tengah jalan perkuliahan, dia menemukan hidayah dan memilih berganti keyakinan menjadi mualaf.

Marieska Harya Virhadni, Bogor

Bacaan Lainnya

September 2015 menjadi babak baru dalam hidup Arnita. Dia meneruskan pendidikan di rantau orang dan jauh dari orang tua. Di pundaknya tertumpang harapan untuk bisa mencapai tuntas kuliah gelar sarjana. Apalagi kuliahnya dibantu Pemda Simalungung melalui Program Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

Tentu tidak semua orang yang bisa mendapatkan prestasi ini. Kuliah di perguruan tinggi ternama dan didukung beasiswa khusus. Setali dua uang, selain babak baru di bidang pendidikan dia juga mendapat hidayah. Dalam pengalaman spritualnya hatinya tergerak untuk berpindah keyakinan dari Nasrani ke Islam.

Mualaf itu dilakukan atas keyakinan sendiri, tanpa dorongan siapapun. Waktunya sangat singkat. Beberapa pekan usai menjalani orientasi di Fakultas Kehutanan IPB.

Ternyata pilihannya untuk berpindah keyakinan itu disertai cobaan. Beasiswa BUD dari Pemkab Simalungung tiba-tiba tidak berlanjut. Di semester kedua beasiswanya sudah tidak cair. “IP saya 2,71. Saya juga membuat Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ), tapi di semester dua, dana saya tidak cair,” kata Arnita kepada JawaPos.com, Rabu (1/8).

Selama semester pertama, selain mendapat uang saku sebesar Rp 6 juta per semester yang langsung masuk ke rekeningnya, Arnita dijanjikan dibayarkan uang kuliah tunggal (UKT)-nya dari BUD.

Meski UKT-nya tidak cari, Arnita tetap berusaha menjalani kuliah hingga semester dua. Kondisi kuliah yang tidak mendapatkan uang saku dari Pemkab Simalungun itu disimpan rapat-rapat oleh Arnita. Orang tuanya tidak tahu.

Dia heran, sebab ketika menandatangani surat pernyataan kepada Pemkab Simalungun beasiswa gugur jika Indeks Prestasi Kumulatifnya (IPK)-nya anjlok. “Tapi kan IPK saya masih di atas 2,5. Saya kaget sampai serumit ini. Karena dibawa-bawa ke urusan masalah agama,” sambugnya.

Selama semester dua, Arnita terus berupaya tegar. Dia menjalani kuliah dengan apanya dan mencari usaha sampingan supaya kuliah tetap jalan.

Sementara itu, Ketua Tim BUD IPB Dr. Ibnul Qayim menyebutkan pada awal September 2016, pihaknya menerima surat pemberitahuan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun. Surat itu menyatakan bahwa Pemkab Simalungun tidak lagi memberi dana kepada lima mahasiswa IPB penerima BUD Kabupaten Simalungun.

“Pemutusan itu alasannya ada mahasiswa asal Simalungun terkena drop out (DO). Sementara alasan untuk Arnita Rodelina Turnip tidak disebutkan,” sebut Ibnul Qayim dalam keterangan persnya yang diterima JawaPos.com.

Ibnul Qayim tidak mengerti beasiswa Arnita diputus. Padahal Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) antara IPB dengan Pemkab Simalungun pada 2015, waktu pelaksanaan pemberian beasiswa sampai sembilan semester. “Nilai Arnita Turnip pada tahun pertama cukup bagus (2,71),” terangnya.

Diketatahui pada semester ganjil tahun akademik 2016/2017, Arnita sempat mengisi kartu rencana studi (KRS) online. Namun dia tidak sempat menjalani perkuliahan karena kendala biaya.

Lantas di semester genap 2016/2017, ternyata Arnita tidak melakukan proses pengisian KRS online. “Status akademik Arnita adalah mahasiswa nonaktif, bukan di-DO,” pungkasnya.

(ika/JPC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *