Kiprah Narman, Pria Baduy yang ’’Mendayung’’ di Antara Dua Sisi: Adat dan Modernitas

Risiko jika diketahui pemuka Baduy Dalam pun besar. Narman bisa saja disuruh memilih. Jika ingin melanjutkan, silakan keluar dari adat. Dan, jika ingin balik ke adat, silakan berhenti. Meski demikian, menurut dia, sebagian warga Baduy Dalam sebenarnya sudah tahu kegiatannya. Dan, mereka tidak mempermasalahkannya. ’’Nggak tahu kalau Ketua Adat,’’ katanya sembari mengerutkan dahi.

Iis termasuk yang sangat berterima kasih atas apa yang telah dikerjakan Narman. Sebelum menitipkan barang untuk dijualkan secara daring, perempuan 35 tahun warga Baduy Luar itu mengaku sangat susah menjual tenun. ’’Adanya online sangat membantu,’’ ujarnya sembari menenun di teras rumah.

Di luar urusan jual barang, Narman juga mengajari anak-anak di kampungnya untuk membaca. Tapi, itu juga harus secara ’’gerilya’’ karena adat sebenarnya tak mengizinkan. Meski dia sendiri, seperti juga warga Baduy yang lain, tak pernah mengenyam bangku pendidikan. Keterampilan membaca itu diperolehnya secara otodidak. Koleksi bukunya juga banyak. ’’Saya hobi baca,’’ ungkapnya.

Tapi, pada sore itu, sebagian bukunya dia simpan. ’’Karena sedang ada razia adat,’’ katanya sambil menunjukkan beberapa koleksi bukunya di rumahnya yang gelap lantaran ditutup mendung dan hujan sore itu.

Sekali lagi, seperti kegiatannya berjualan secara daring, Narman harus ’’mendayung’’ di antara dua sisi: menghormati adat dan tradisi yang berlaku sekaligus tak sepenuhnya mengelak dari terpaan modernitas.

 

(*/c5/ttg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *