Kiprah Narman, Pria Baduy yang ’’Mendayung’’ di Antara Dua Sisi: Adat dan Modernitas

Berjualan adalah pilihan paling cocok bagi warga Baduy saat ini untuk menambah penghasilan. Sebab, jumlah lahan untuk bercocok tanam makin sempit karena populasi masyarakat yang juga terus meningkat.

Kebetulan, hasil kerajinan tangan warga Baduy sangat terkenal. Persoalannya adalah cara memasarkannya. Kalau mau jemput bola, ke Jakarta yang berjarak 130 kilometer, misalnya, harus ditempuh dalam empat hari. Dengan berjalan kaki. ’’Biasanya singgah di beberapa tempat dulu untuk istirahat dan jualan,’’ ungkap Narman saat ditemui Jawa Pos di Kampung Baduy Luar pada Senin pekan lalu (12/11).

Pilihan lain, menunggu kedatangan wisatawan. Tapi, tentu tak tiap hari ada yang berkunjung. Berjualan secara daring menawarkan solusi atas berbagai permasalahan tersebut. Narman hanya perlu turun 2 kilometer. Dari kampungnya, Marengo, ke Dusun Ciboleger, Bojong Menteng, Kecamatan Leuwidamar, Lebak.

Sebab, kampungnya tak dialiri listrik. Apalagi internet. Tiap hari Narman harus turun kampung untuk mengecek apakah ada order untuk barang-barang yang dia jual secara daring. Sekaligus membawa barang yang sudah dipesan sebelumnya buat dikirim melalui jasa kurir/pos. Kian hari, jumlah pemesan kian banyak. Saat ini, tiap bulan omzet Narman sudah mencapai puluhan juta rupiah. ’’Pernah omzet tertinggi dalam satu bulan dapat Rp 50 juta,’’ ujarnya dengan mata berbinar.

Tentu saja, langkah Narman yang memasukkan teknologi ke dalam jantung masyarakat Baduy itu tak mulus. Dia sempat ditentang masyarakat dan dianggap aneh karena berjualan online. Namun, melihat keberhasilan Narman, para pemuka Baduy Luar akhirnya luluh juga. Mereka memberikan izin. Dengan catatan, internet dan handphone/laptop hanya dipakai untuk keperluan berjualan online, tidak untuk hal lain. ’’Jangan sampai adat turun-temurun berubah gara-gara main teknologi,’’ katanya menirukan pesan yang disampaikan kepadanya.

Saat ini jumlah warga Baduy sekitar 12 ribu orang. Sekitar 2 ribu warganya berdomisili di Baduy Dalam, sedangkan 10 ribu lainnya berdomisili di Baduy Luar. Hingga saat ini, Narman masih menyembunyikan kegiatan jualannya dari pihak Baduy Dalam. Sebab, para pemuka adat Baduy Dalam pasti tidak memberikan izin.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *