Melihat Produk Industri Plastik Lapas Cikarang Tembus Pasar Italia

ist PRODUKTIF: Lapas Cikarang menorehkan sejarah prestasi yang membanggakan dengan berhasilnya produk mereka diterima pasar Eropa.

RADARSUKABUMI.com – Kualitas yang prima memang menjadi alasan paling mendasar sebuah produk bisa menjangkau pasar luar negeri yang selektif, terutama Eropa dan Amerika Serikat. Penerimaan pasar Italia menjadi bukti tingginya mutu produk industri plastik Lapas Kelas III Cikarang, Bekasi.

Selama ini memang produk industri kecil-menengah (IKM) plastik di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cikarang telah diterima baik oleh pasar. Produknya antara lain lunch box, tameng pasukan antihuru-hara, blender dan perangkat aksesoris otomotif, tidak hanya dipakai di lapas-lapas lain di Jawa dan luar Jawa, melainkan juga diserap banyak pabrikan di kawasan-kawasan industri Bekasi. Kini Lapas Cikarang menorehkan sejarah prestasi yang membanggakan dengan berhasilnya produk mereka diterima pasar Eropa.

“Saya dikabari mitra kami yang memasarkan produk teman-teman warga binaan pemasyarakatan (WBP) di kelompok kerja industri plastik bahwa salah satu produk dipesan konsumen di Italia,” kata Kepala Lapas Cikarang Kadek Anton Budiharta di Cikarang, Sabtu (31/8).

Kadek mengatakan produk tersebut adalah wadah kue mangkuk (cup cake) yang akan dipakai sebuah jaringan gerai toko kue eksklusif (patisserie) terkemuka di negara itu.

Menurut Kadek, sebenarnya itu bukan pertama kalinya produk industri plastik Lapas Cikarang dipakai jaringan toko terkemuka. Sebelumnya, dirinya diberitahu mitra bahwa sebuah gerai kopi multinasional terkemuka memesan cangkir plastik untuk keperluan konsumen mereka.

“Kami bangga, karena bagaimana pun gerai kopi tersebut dikenal kedai kopi dunia yang punya nama, dengan standard yang tentu saja tinggi. Apresiasi mereka dengan percaya dan menggunakan produk kami, tentu sangat kami hargai,” kata Kadek.

Lapas Cikarang, menurut Kadek, memang diarahkan untuk menjadi lapas industri, yakni lapas yang kegiatan pembinaan keterampilan dan wirausahanya diarahkan kepada bidang industri kecil dan menengah. Untuk itu, selain ada pembinaan wajib, yakni pembinaan karakter dan pembinaan keagamaan, kepada warga binaan pun diberikan tawaran dan seleksi untuk bergabung ke dalam kelompok kerja-kelompok kerja (Pokja) industri tertentu. Selain pokja industri plastik yang kian menjadi ikon lapas tersebut, di Cikarang pun memiliki pokja industri laundry, bakery, otomotif, industri kreatif, industri majun dan sebagainya.

Di industri plastik saat ini sudah ada empat mesin, yang menyerap 80-an tenaga kerja dalam empat giliran kerja (shift). Keempat mesin itu bekerja 24 jam karena membludaknya pesanan. Kecuali saat mati listrik, seperti juga yang terjadi pada hari kami datang.

“Mitra kami, PT Glory Karsa Abadi, tengah menjajaki kerja sama dengan perusahaan Korea. Bila itu tembus, kami pastikan aka nada penambahan mesin hingga menjadi 12 mesin siap kerja,” kata Kadek.

Menurut dia dari 1757 warga binaan, 864 WBP atau lebih dari setengahnya aktif bergabung di berbagai pokja industri yang ada. “Karena ada juga yang statusnya masih tahanan, atau sedang menjalani isolasi karena pelanggaran, mereka belum bisa berpartisipasi,”ulasnya.

Alhasil, prestasi yang telah dicapai pun sangat beragam. Lapas Cikarang atau Lacika dalam sebutan akrab para warga binaannya, telah memenuhi keperluan banyak kedai kopi dengan set meja barista dan peralatan minum kopi dari kayu. Belum lagi setidaknya 1.700 potong roti yang dihasilkan Pokja Bakery dalam sehari dengan berbagai varian.

“Sebagian buat kebutuhan internal, sebagian kami pasok ke lapas-lapas lain di Jabodetabek. Ada juga yang kami jual di jaringan waralaba,” kata Stephanus, penanggung jawab Pokja Bakery, menyebut sebuah jaringan retailer nasional.

“Pasar Swalayan Sarinah juga memesan banyak produk pokja industri kreatif. Malahan ada satu lukisan warga binaan kami yang saat ini terpajang di Sarinah,” kata kadek

Kreativitas warga binaan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berkembang. Wajar bila itu membuat Lacika tidak hanya telah memiliki album berisikan lagu-lagu berbagai genre yang 100 persen ciptaan para binaan, lapas itu pun memproduksi aneka makanan yang tak jarang membuat kita terperanjat pada awalnya. Silakan coba gurihnya emping singkong, lezatnya steak daun beluntas, atau dodol buah mangrove alias bakau. Nama-nama yang bisa membuat orang terperanjat pada awalnya itu merupakan kreasi Pokja Tata Boga di lapas tersebut.

Tak hanya penuh kreasi saat membuat, mereka juga kreatif membuka pasar. “Beberapa produk kami jual bekerja sama dengan jaringan online Tokopedia dan Bukalapak,” kata Kadek.

Yang menarik, semua itu berlangsung dalam tata ekonomi yang fair. Para warga binaan bukan bekerja atas dasar kewajiban atau semata buang-buang waktu senyampang membuang kebosanan dalam menjalani hukuman. Mereka pun mendapat upah berdasarkan kesepakatan.

“Ada honor. Itu harus,” kata Kadek. “Upahnya kami sesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, yang menjadi payung hukum,” kata dia. Tetapi kata Kadek, tak semua upah itu diberikan kepada warga binaan secara tunai. “Ada yang kami tabungkan untuk WBP ambil saat mereka bebas. Setengah besaran upah kami masukkan ke dalam rekening yang kami buatkan,” imbuhnya.

Yang saat ini tengah dijajaki, Lacika akan bekerja sama dengan lembaga sertifikasi melakukan uji dan pemberian sertifikat kepada para WBP yang bekerja di pokja-pokja tersebut. Kadek berharap, dengan begitu para WBP yang bekerja bisa diberikan sertifikat dari sebuah lembaga yang kredibel. Selama ini Lacika hanya memberikan surat keterangan kerja yang kian hari dirasa kurang layak.

Apresiasi industri di luar halaman lapas pun begitu tinggi untuk menerima para WBP terampil itu. Sebut saja Mujiana, pekerja Pokja Kulit yang telah dilirik sebuah pabrik pembuatan barang-barang kulit di Bekasi untuk bekerja pada saatnya bebas nanti. “Saya pastikan PT sudah mau menerima,”kata Suyitno, pelatihnya yang bukan warga binaan. Padahal, baru dua tahun mendatang Mujiana bebas.

Dalam kesempatan berbeda Dirjen Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami menegaskan bahwa pihaknya harus terus kreatif dan mampu beradaptasi dalam perubahan zaman yang semakin kompetitif. Dirjen Utami bahkan menegaskan, seyogyanya pemasyarakatan itu bisa membentuk warga binaan menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

“Teruslah berpikir dan bekerja untuk mencetak adanya peningkatan. Harus kreatif, Jika untuk perubahan menjadi lebih baik itu kita harus mengganti metode, sistem, cara, visi, mengapa tidak? Kita semua harus adaptif dan kompetitif,” kata Utami pada rapat perencanaan strategis (Renstra) Ditjenpas, beberapa waktu lalu.

Saat itu Utami bahkan mengingatkan bahwa isu privatisasi lapas sudah bergulir di berbagai negara. Pemikiran bahwa WBP pun harus tetap produktif sebagai warga negara pun sudah mulai menjadi arus utama. “Mereka harus terus bekerja. Untuk masyarakat, untuk kebaikan bersama dan untuk diri mereka sendiri,” kata Utami.

 

(ant)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *