Desak Pemerintah Stop Impor TPT Satu Semester

ILUSTRASI: Pameran industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) bagi pelaku industri tekstil dan fesyen.

JAKARTA, RADARSUKABUMI.com – Merasa semakin tertekan gara-gara gempuran impor, pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berharap pemerintah menyetop impor untuk sementara waktu. Pengusaha ingin ada perbaikan aturan impor sehingga pasar domestik dapat terlindungi.

Usulan tersebut ditegaskan Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (Ikatsi) yang meminta pemerintah menahan impor TPT setidaknya enam bulan. Pemberhentian impor diharapkan berlaku untuk industri TPT. Kecuali untuk kepentingan ekspor melalui Kawasan Berikat (KB) dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

Bacaan Lainnya

“Stop sementara hingga ada perbaikan aturan impor,” kata Ketua Umum Ikatsi Suharno Rusdi di Menara Kadin, Jakarta.

Dengan impor distop sementara, Ikatsi berharap ada pemulihan dan penguasaan pasar domestik guna mendorong substitusi impor melalui penerapan trade remedies. Dalam jangka panjang selama lima tahun, diharapkan ada peningkatan daya saing untuk mendorong ekspor. Yaitu, dengan menjalankan agenda peningkatan daya saing di sektor bahan baku, energi, sumber daya manusia, teknologi, keuangan, dan lingkungan.

Pembenahan sektor TPT dinilai menjadi langkah strategis untuk mengembalikan neraca perdagangan menjadi positif dan mencegah dampak buruk ekonomi makro lainnya. Sebab, bila sektor TPT memburuk, dampaknya akan ke berbagai sektor.

“Sektor perbankan akan terdampak, setoran BPJS dan pembayaran listrik juga terdampak,” tambah Rusdi.

Industri TPT selama kuartal II 2019 memang tumbuh 20,71 persen. Namun, itu tidak bisa dijadikan patokan karena pertumbuhan tersebut tecermin oleh kenaikan nilai ekspor garmen. Sedangkan yang terjadi di sektor produksi serat, benang, dan kain justru memperlihatkan kondisi sebaliknya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan bahwa produk impor kain dan garmen telah merebut pasar industri lokal. “Ada pertumbuhan konsumsi masyarakat, namun kebutuhan konsumsi tersebut diambil oleh produk impor,” ujar dia.

Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, sektor industri yang padat karya seperti tekstil memang mudah terpengaruh kondisi global. Pengaruh itu tidak hanya berdampak pada penjualan, tetapi juga serapan tenaga kerja.“Tentu kalau ada permintaan turun misalnya dari ekspor, industri kita, tenaga kerja, semua ikut terpengaruh,” katanya.

Tauhid memberikan saran agar Indonesia meningkatkan konsumsi dalam negeri. Pangsa pasar dalam negeri diharapkan bias menyerap produk-produk lokal sehingga industri bisa menjual barangnya ketika sedang terjadi tantangan ekspor yang berat.

 

(agf/rin/c10/oki)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *