Ada 14.997 Masalah di Laporan Keuangan

JAKARTA – Laporan keuangan (lapkeu) kementerian/lembaga semester 1- 2017 lebih baik dari periode yang sama tahun lalu. Namun demikian, ditemukan belasan ribu masalah yang menyebabkan negara berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp 27 triliun.

Kemarin, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) semester I-2017 dalam Sidang Paripurna di Gedung DPR, Jakarta.

Bacaan Lainnya

Dalam laporannya, Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengungkapkan, pihaknya menemukan 14.997 permasalahan yang berdampak finansial hingga Rp 27,397 triliun.

Permasalahan tersebut meliputi 7.284 kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), 7.549 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp 25,14 triliun, dan 164 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan senilai Rp 2,25 triliun.

“Permasalahan ketidakpatuhan mengakibatkan kerugian senilai Rp 1,81 triliun, potensi kerugian senilai Rp 4,89 triliun serta kekurangan penerimaan senilai Rp 18,44 triliun,” ungkap Moermahadi.

Dia menuturkan, pada saat pemeriksaan, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara atau daerah Rp 509,61 miliar.

IHPS I-2017 merupakan ringkasan dari 687 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terdiri atas 645 LHP keuangan, 9 LHP kinerja, dan 33 LHP dengan tujuan tertentu.

Moerhamadi menyebutkan sebanyak 74 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) memperoleh opini WTP (wajar tanpa pengecualian) sebanyak 84 persen. Untuk yang memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) 9 persen, dan yang mem­peroleh Opini Tidak Menyatakan Pendapat 7 persen.

“Opini 74 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga telah mengalami peningkatan sebesar 19 persen dari tahun 2015 yang hanya 56 lembaga/kementerian. Atau 65 persen menjadi 74 lembaga/kementerian atau 84 persen pada tahun 2016,” jelasnya.

Untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), lanjut Moerhamadi, sebanyak 91 persen pemerintah provinsi, 66 persen pemerintah kabupaten, dan 77 persen pemerintah kota di Indonesia mendapat opini WTP.

Angka tersebut melampaui tar­get kinerja keuangan daerah bidang penguatan tata kelola pemerintah daerah atau program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Menurut Moerhamadi, dalam target RPJMN, target pemerintah provinsi sebesar 85 persen, pemerintah kabupaten sebesar 60 persen, dan pemerintah kota sebesar 65 persen dalam RPJMN.

Moerhamadi mengatakan, capaian opini ini mulai mendekati target Sasaran Pokok Pembangunan Tata Kelola dan Reformasi Birokrasi sampai dengan tahun 2019 sebesar 95 persen.

“Indeks opini atas capaian tingkat perolehan opini WTP pada pemeriksaan tahun 2017 adalah 3,70. Ini masih di bawah target bidang Reformasi Keuangan Negara yang ditetapkan dalam RPJMN2015-2019 sebesar 3,88,” tuturnya.

Dalam kesempatan ini, Moerhamadi juga menyampaikan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang perlu mendapatkan perhatian. Yakni, soal perhitungan bagi hasil migas.

BPK masih menemukan biaya-biaya yang tidak semestinya dibebankan dalam cost recovery untuk bagi hasil migas tahun 2015 sebesar 956,04 juta dolar AS atau setara Rp 12,73 triliun.

“Selain itu BPK juga masih menemukan 17 Kontraktor Kerja Sama ataupun pemegang working interest yang belum menyelesaikan kewajiban perpajakan sampai tahun 2015 sebesar 209,25 juta dolar AS atau setara Rp 2,78 triliun,” ungkapnya.(rmol)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *