Menyoal Hak Publik dalam Tayangan Pernikahan Selebritas

Oleh: Ellya Pratiwi, S.Sos., M.A.

(Dosen Prodi Ilmu Komunikasi IMWI)

 

Barangkali kita tidak lagi kaget dengan fenomena penayangan pernikahan selebritas secara live di media-media penyiaran televisi tanah air.

Sembilan tahun silam, proses pernikahan artis Anang-Ashanti digelar oleh stasiun televisi dengan durasi tiga jam penayangan secara langsung.

Tidak kalah fenomenal, tayangan pernikahan Raffi Ahmad-Nagita Slavina pada 2014 lalu yang berlangsung dua hari berturut-turut dengan total durasi penayangan belasan jam sehari, dan masih banyak lagi deretan tayangan pernikahan selebritas lainnya di berbagai stasiun TV swasta Indonesia.

Kali ini, televisi kembali menjadi penyelenggara hajat privat di ruang publik dengan menayangkan secara live proses lamaran Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah pada 13 Maret lalu.

Tidak berhenti di situ, sebagaimana flyer yang beredar di media sosial, acara lamaran tersebut hanya salah satu dari rangkaian program menuju puncak acara yaitu akad nikah dan resepsi pernikahan. Seluruh rangkaian acara tersebut juga rencananya akan disiarkan secara live di stasiun televisi.

Apa yang dilakukan media tersebut adalah bentuk penyalahgunaan frekuensi sebagai sumber daya alam terbatas dan bentuk pengabaian terhadap hak audiens sebagai publik.

Televisi selaku lembaga penyiaran memiliki peran yang bertanggung jawab untuk memenuhi hak masyarakat dengan menyajikan tayangan-tayangan yang mengedepankan kepentingan publik. Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) menyatakan bahwa lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik.

Tidak ada kepentingan umum dan manfaat yang dominan ketika televisi menanyangkan acara pernikahan selebritas dengan durasi yang tidak wajar.

Tayangan semacam itu pada umumnya justru merupakan peristiwa yang sifatnya trivial dan sensasional.

Bukan hal yang mengherankan memang ketika gerak-gerik selebritas mendapatkan sorotan media. Namun, ada beberapa hal yang jelas-jelas perlu dikhawatirkan dan diwaspadai jika media kita masih saja latah, mengulangi penayangan pernikahan keluarga selebritas hingga anak cucunya nanti. Dalam kacamata teori.

Agenda setting yang dicetuskan McCombs dan Shaw, media massa memiliki kemampuan untuk mentransfer hal menonjol yang dianggap penting dan menjadikannya agenda publik. Ketika media memilih acara lamaran Atta dan Aurel disiarkan secara intens dengan durasi yang panjang, sejatinya saat itu media sedang menciptakan public awareness dengan menekankan bahwa lamaran Atta-Aurel adalah isu yang dianggap paling penting untuk dilihat, didengar, dibaca, dan dipercaya masyarakat. Jika pola pikir itu berhasil terbentuk di masyarakat, maka mungkin dengan sendirinya akan ada yang menganggap bahwa tayangan tersebut bukan sebuah persoalan dan media semakin lupa diri apa perannya bagi khalayak.

Kekhawatiran tersebut tidaklah berlebihan. Terlebih lagi, siapa yang tidak kenal Atta dan Aurel? Keduanya begitu populer di masyarakat Indonesia terutama di kalangan anak muda. Menjadi semakin mengkhawatirkan apabila anak-anak muda menelan bulat-bulat apa yang disuapi oleh televisi. Mereka perlu menyadari bahwa posisi mereka lebih berarti dari sekadar pemirsa pasif. Ada hak yang perlu dipenuhi televisi yaitu menyajikan tayangan berkualitas dan mampu meningkatkan partisipasi publik dalam hal-hal positif.

Sederhana saja sebenarnya, untuk menyadari hak kita sebagai publik kita perlu bertanya dalam hati

“Kenapa saya perlu tahu soal ini? Apa pentingnya tayangan tersebut untuk saya?”. Berangkat dari pertanyaan kecil tersebut, diharapkan dapat menggerakkan kesadaran masyarakat akan haknya sebagai publik untuk mendapatkan informasi yang bernilai dan berkualitas.

Dalam menentukan siapa itu publik dan apa itu kepentingan publik, ada beberapa teori yang dapat kita rujuk untuk mendefinisikannya. Salah satunya yang dijelaskan Dennis McQuail dalam Media Performance: Mass Communication and Public Interest (1992) tentang kepentingan publik sebagai common interest (kepentingan bersama) yang digagas oleh J.J. Rousseau.

Pada dasarnya, setiap individu memiliki kepentingan bersama berkaitan dengan masalah-masalah bersama atau masyarakat. Artinya, dalam perspektif common interest tayangan rangkaian pernikahan Atta-Aurel bukanlah suatu kepentingan publik.

Berarti pula bahwa tidak ada pemenuhan hak publik dari tayangan lamaran Atta-Aurel tersebut beberapa hari lalu.

Tentunya untuk mewujudkan cita-cita atas terciptanya pemenuhan hak publik oleh media massa, dibutuhkan peran dari seluruh elemen terkait secara integratif. Dalam kasus ini, kita dapat melihat peran aktif dari sejumlah organisasi dan penggiat yang mewakili masyarakat sipil yaitu Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) yang melayangkan pernyataan sikap keberatan dan penolakan terhadap penayangan rangkaian acara lamaran Atta-Aurel pada 13 Maret lalu. KNRP menyesalkan sikap KPI yang dinilai pasif dalam menindak stasiun TV yang telah semena-mena menggunakan frekuensi milik publik. KPI selaku lembaga pengawasan terhadap penyiaran seharusnya secara tegas dan aktif menyikapi tayangan pernikahan selebritas tersebut agar tidak merugikan masyarakat.

Momen ini adalah kesempatan bagi KPI untuk menunjukkan eksistensinya dalam implementasi fungsinya guna mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. Selain itu, TV sebagai lembaga penyiaran sekaligus pelaku penanyangan acara pernikahan selebritas seharusnya dapat memposisikan diri secara imbang antara entitasnya sebagai lembaga sosial dan lembaga ekonomi.

Pada kapasitas yang cukup besar, lembaga penyiaran mampu membentuk publik yang cerdas. Secara bersamaan, perlu adanya kesadaran dari sisi publik untuk membangun critical thinking terhadap tayangan-tayangan televisi.

Jika setiap pihak mampu menjalankan perannya sebagaimana koridornya, kita dapat berharap tidak akan lagi menyaksikan berjam-jam tayangan pernikahan selebritas di televisi dan percaya bahwa televisi bukanlah jasa dokumentasi resepsi. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *