Mengenal Sosok Pahlawan Nasional KH Ahmad Sanusi di Mata Sang Cucu

Ketua Umum Yaspi Syamsul Ulum H. Neni Fauziyah saat diwawnacara
DIWAWANCARA: Ketua Umum Yaspi Syamsul Ulum H. Neni Fauziyah saat diwawnacara sejumlah media di ruang kerjanya, belum lama ini.(FT: BAMBANG/RADARSUKABUMI)

KH AHMAD Sanusi hari ini 7 November dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional karena sudah berkontribusi sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Selain sebagai tokoh nasional, ia juga dikenal sebagai seorang ulama besar yang mendirikan Pondok Pesantren Syamsul Ulum di Jalan Bhayangkara, Kelurahan Gunung Puyuh, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, pada tahun 1933 silam.

BAMBANG SURYANA, Sukabumi

Bacaan Lainnya

Sore itu, sekira pukul 13.00 WIB, Radar Sukabumi bersama media lainnya menyambangi Pondok Pesantren Syamsul Ulum di Jalan Bhayangkara, Kelurahan Gunung Puyuh, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi. Para santri, hilir mudik mengikuti pengajian kitab kuning. Rasa takzim terlihat saat sesepuh pesantren berdiri di depan masjid, para santri mulai berbaris untuk bersalaman dengan sesepuh pondok pesantren.

Selang beberapa waktu, akhirnya cucu KH Ahmad Sanusi sekaligus Ketua Umum Yaspi Syamsul Ulum H. Neni Fauziyah mengajak media ke ruangan kerjanya dan langsung menceritakan sosok KH Ahmad Sanusi.

Cucu KH Ahmad Sanusi sekaligus anak dari penerus Ponpes Syamsul Ulum almarhum Badri Sanusi ini awalnya tidak percaya dengan penganugerahan kakeknya sebagai pahlawan nasional.

“Penganugrahan ini tidak terduga, saat itu saya sedang pengajian kemudian ada yang nelpon. Kami asalnya tidak percaya, tapi setelah ada konfirmasi dari pihak Pemprov Jabar baru percaya bahwa ini benar,” ungkap Neni kepada Radar Sukabumi, belum lama ini.

Proses penganugerahkan gelar pahlawan nasional tersebut, membutuhkan waktu lama. Sejak 2008, banyak pihak yang mengajukan kepada pemerintah untuk menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum namun baru tereralisasi pada 2022 ini. Neni berkeyakinan jika penetapan KH Ahmad Sanusi atas kehendak Allah. Pihak keluarga juga saat ini sudah di istana negara untuk mengikuti gladiresik upacara penganugerahan KH Ahmad Sanusi.

“Dalam waktu yang relatif singkat Allah membuktikan, InsyaAllah karena sudah ada informasi (penetapan pahlawan nasional), saya mewakili keluarga akan menghadiri acara itu karena harus ada gladiresik persiapan, mudah-mudahan pada waktunya berjalan dengan baik, sehat atas dasar izin Allah,” ucapnya.

Neni membeberkan, KH Ahmad Sanusi yang lahir pada malam Jumat 2 Munarram 1506 H/l8 di Kampung Cantayan, Desa/Kecamatan Cantayan Kabupaten Sukabumi ini, merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara pasangan dari KH Abdurrohim (Ajengan Cantayan, Pimpinan Pondok Pesantren Cantayan) dan Ibu Empok.

Sejak kecil, ia hidup dilingkungan keluarga religius sampai usia remaja. Di lingkungan keluarga inilah mendapat pendidikan Agama Islam yang begitu ketat sehingga selain hafadz Al-Quran di usia 12 tahun juga mengusasi berbagai disiplin lImu Agama lslam. Seperti lImu Nahu, Sharaf, Tauhid, Figh, Tafsir, Mantiq dan lainnya.

Sekitar usia 17 tahunan, KH Ahmad Sanusi mulai melanglang buana untuk menambah pengetahuan dan mencari tabarukan kepada para ulama diberbagai pesantren yang ada diwilayah Jawa Barat selama 4,5 tahun.

Pesantren yang pernah dikunjungi diantaranya, Pesatren Selajambe Cisaat Sukabumi, Pesantren Sukamantri Cisaat Sukabumi, Pesantren Sukaraja, Pesantren Cilaku Cianjur, Pesantren Buniasih Cianjur, Pesantren Ciajag Cianjur, Pesantren Gentur Warungkondang, Pesantren Keresek Blubur Limbangan Garut, Pesantren Sumursari Garut, Pesantren Gudang Tasikmalaya dan Pesantren Babakan Selaawi Baros Sukabumi. Di pesantren inilah Ahmad Sanusi mengakhiri masa lajangnya setelah bertemu dengan seorang gadis yang bernama Siti Djuwariyah putri dari Ajengan Affandi yang akhirnya dinikahi.

Beberapa bulan kemudian setelah menikah, sekitar tahun 1910, Ahmad Sanusi beserta istri berangkat ke Mekkah Al-Mukarromah untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah. setelah selesai menunaikan ibadah haji Ahmad Sanusi beserta istri tidak langsung pulang ke kampung halaman, namun mereka bermukim di Makkah selama 5 tahunan untuk memperdalam dan menamban wawasan keilmuan serta pengalaman dengan melakukan kontak baik kepada para ulama tingkat internasional maupun para tokon pergerakan nasional yang sedang bermukim di Makkah.

Selama 5 tahun bermukim di Mekkah, Ahmad Sanusi memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya, sehingga menurut tradisi lisan yang berkembang di kalangan para ulama Sukabumi, bahwa saking mendalamnya ilmunya, maka sebagai wujud penghargaan dan pengakuan ketinggian ilmu dari para syaikh yang ada di Mekkah, la mendapat kesempatan untuk menjadi Imam Shalat di Masjidil Haram.

Bahkan, salah seorang syaikh sampai mengatakan bahwa jika seseorang yang berasal dari Jawi yang hendak memperdalam ilmu keagamaan, ia tidak perlu pergi jauh-jauh ke Mekkah karena di jawa tepatnya di Sukabumi telah ada seorang guru agama yang ilmunya telah mencukupi untuk dijadi sebagai guru panutan yang pantas di ikuti.

Sepulang dari Makkah Al-Mukarramah pada Juli 1915, Ahmad Sanusi mengabdikan ilmunya di Pesantren Cantayan. Selanjutnya, mendirikan pesantren Genteng yang dipimpin dan dikelola langsung KH Ahmad Sanusi sendiri sampai dengan tanun 1927, lalu meninggalkan pesantren tersebut karena ditanan selama 15 bulan dipenjara di Cianjur dan Sukabumi serta diinternir atau dibuang ke Batavia Centrum selama 6 tanun.

Maka, Ahmad Sanusi menjadi ajengan tanpa pesantren di Batavia Centrum, namun kegiatan dakwahnya tak terhenti, seningga terkenal dengan julukan Ajengan Batawi.

KH Ahmad Sanusi dipindahkan ke Kota Sukabumi dengan status tahanan kota pada tahun 1934. Pada tahun inilah, Ahmad Sanusi mendirikan Pesantren Syamsul Ulum Gunungpuyuh Sukabumi dan dipimpin langsung selama 16 tahunan, dengan perincian, 5 tahunan masih dalam status tahanan kota dan 11 tahunan sudah dalam status orang bebas.

Pada Agustus 1927, dekat Pesantren Genteng terjadi insiden perusakan dua jaringan kawat telepon yang mengnubungkan Sukabumi, Bandung dan Bogor. Peristiwa ini, dijadikan sebagai bukti Pemerintan Hindia Belanda untuk menangkap dan menahannya. Dengan alasan itulah Ahmad Sanusi mendekam di Penjara Cianjur selama 9 bulan sampai Mei 1928, terus dipindahkan ke Penjara Nyomplong Kota Sukabumi selama 6 bulan sampai November 1928.

Selanjutnya, sejak November 1928 Ahmad Sanusi diasingkan ke tanah tinggi Senen Batavia Centrum selama 6 tahunan sampai tahun 1934. Pada Agustus 1934, Ahmad Sanusi dipindahkan ke Kota Sukabumi dengan status tahanan kota selama 5 tahun hingga turun keputusan Gubernur Jenderal yang ditandatangani A.W.L. Tjarda isinya menyatakan mengakhiri masa tahanan kota Ahmad Sanusi.

Sejak turunnya Keputusan Gubernur Jenderal tersebut Ahmad sanusi menjadi orang bebas. Hikmannya 15 bulan di penjara dan 11 tahunan di internir dengan status tananan kota, maka Ahmad sanusi menjadi seorang penulis yang produktif. Tidak kurang dari l26 judul kitab yang ditulis dari berbagai disiplin keilmuan diantaranya, Tafsir Al-Quran, lImu Tauhid, lImu Fiqih, Ma’ani, Bayan dan lainnya.

Sebagai guru dan orangtua yang baik, Ahmad Sanusi mendidik dengan baik anak-anaknya maupun santrinya menjadi ulama besar dan berpengaruh tidak hanya di Jawa Barat akan tetapi, berpengaruh pula di tingkat nasional. Ketika mengajar di Pesantren Cantayan, berhasil melahirkan santri angkatan pertama menjadi ulama besar, diantaranya, Ajengan Nakhrowi Pendiri Ponpes YASMIDA Cibatu Cisaat Sukabumi, Ajengan Abas Nawawi Guru di Pesantren Gunungpuyuh, Ajengan Masturo Pendiri Pondok Pesantren Masthuriyyah Cisaat Sukabumi, Ajengan Uci Sanusi Pendiri Pondok Pesantren Sunanul Huda Cikaroya Cisaat Sukabumi, Ajengan Afandi Pimpinan Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah Sadamukti, Cicurug, Sukabumi, Ajengan M. Fudholi Pendiri Pondok Pesantren Al-Falah dan Madrasah Jannatul Amal Cikarang, Bekasi dan lainnya.

Ketika mengajar di Pesantren Genteng Babakansirna, melahirkan santri angkatan kedua menjadi ulama- ulama besar diantaranya, Ajengan Abdullah bin Nuh Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ghozali dan Al-Ihya Bogor, Ajengan Damiri Yusur Laujiri Pendiri Pondok Pesantren Ipari Wanaraja Garut, Ajengan Badruddin Pendiri Pondok Pesantren Kadudampit dan lain-lain.

Ketika mengajar di Pesantren Gunungpuyuh melahirkan santri angkatan ketiga menjadi ulama-ulama besar, diantaranya, Ajengan Dadun Abdul Qohhar Pendiri Pesantren Ad-Dakwah Cibadak Sukabumi, Ajengan Khoer Apandi Pendiri Pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya, Muttaqin Pendiri UNISBA Bandung, Ajengan Maksum Pendiri Pondok Pesantren Bondongan Bogor, Prof. K.H. lbrahim Husein, LML Pendiri dan Rektor pertama lI serta pernah menjadi Ketua Majelis Fatwa MUI Pusat, Ajengan Rukhyat Pendiri Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya, Ajengan lshak Farid Pimpinan Pondok Pesantren Cintawana Singaparna Tasikmalaya, Ajengan Irfan Hilmi Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis, Ajengan Soleh Iskandar Tokoh militer, Drs.K.H. Syamsuddin Mantan Kanwil Depag Provinsi Jawa Barat dan lainnya.

Dalam memperjuangkan pemikiran dan gagasannya untuk kepentingan agama, bangsa dan negara, Ahmad Sanusi aktif dalam berbagai lembaga dan kegiatan baik sebagai pendiri dan pelaku maupun sebagai pelaksana diantaranya, menjadi anggota BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosaka), Pengurus Jawa Hokokai (Kebangkitan Jawa), Pengurus Masyumi (Majelis Syuro’ Muslimin Indonesia), Anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), Anggota Dewan Penasehat Daeran Bogor (Gin Bogor Shu sangi Ka), Wakil Residen Bogor (Uku Syucokan) dan lainya.

Pada Minggu 15 Syawal 1369 H bertepatan dengan 31 Juli 1950 M sekitar pukul 21.00 WIB, dalam usia 63 tahun Ahmad Sanusi dipanggil sang pencipta dan menghembuskan napas terakhirnya di Pesantren Gunungpuyuh dan dikebumikan di Kompleks Pemakaman Keluarga di sebelah utara dari Pesantren Gunungpuyuh Sukabumi.

Untuk mengenang jasanya, Pemerintah Kota Sukabumi mengabadikan namanya menjadi nama salah satu jalan di Kota sukabumi yang menghubungkan antara jalan Cigunung sampai dengan Degung. Yaitu, Jalan KH Ahmad Sanusi, juga namanya diabadikan pula menjadi nama Terminal Tipe A yaitu Terminal Tipe A KH Ahmad Sanusi di Jalan Jalur Lingkar Selatan. “Kami sangat bersyukur karena pemerintah saat ini sudah menetapkan almarhum menjadi pahlawan nasional,” tutup Neni.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *