Bulan Berkah Dan Memori Kejayaan Ummat

Ketua PD Persis Kota Sukabumi, Muhammad Yamin

Oleh: Ketua PD Persis Kota Sukabumi, Muhammad Yamin

Diambil dari khutbah yang disampaikan Ustadz Teten Romly Qomaruddien, bahwa kalaulah tak ada aral melintang, dalam hitungan hari dan jari kita, dua hari ke depan kita akan kembali dipertemukan dengan tamu yang sangat hebat (haibah).

Bacaan Lainnya

Yakni tamu agung Ramadan yang telah banyak mengantarkan kaum Muslimin ke gerbang kemenangan dan kejayaannya sepanjang bentangan sejarah.

Tamu agung itu, selalu datang tepat waktu, selalu sesuai dan menemukan momentumnya.

Hadir di tengah-tengah ummat yang menantikannya, selalu dirindukan kehadirannya. Sungguh tamu yang agung, tamu yang membawa multi kemanfaatan dan multi kemashlahatan. Fîhi manâfi’ wa fîhi mashâlih, demikian Ar-Râghib al-Ashbahany melukiskan dalam Al-Mufradat-nya.

Inilah hakikat sabda Rasûlullâh shalallâhu ‘alaihiwa sallam yang menuturkan:

“Sungguh telah datang menyapa kalian bulan Ramadan bulan penuh keberkahan …” (HR. Ahmad dan An-Nasâi dari shahabat Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anh)

Kata mubârak, menjadi kata yang dipilih untuk bulan mulia Ramadan dengan menyebut tempat bermuaranya air (maudhi’ul mâ’i), di mana parit-paritnya mengantarkan beragam aliran air yang berkumpul dalam satu titik.
Ramadan benar-benar laksana kolam (birkah) yang menampung banyak parit kebajikan. Benar tutur kata Ibnu Manzhûr dalam Lisânul ‘Arab-nya yang menyebutkan bahwa “berkah itu tetapnya kebaikan Ilahy” (tsubûtul khairil Ilâhy).

Itu juga yang terjadi pada tamu kita Ramadan.

Sekedar “menyebrangkan” ingatan, memori masa lampau untuk diambil pelajaran (‘ibrah, i’tibâr). Tercatat jelas dan tergores oleh tinta sejarah, betapa kehadhiran Ramadan kerapkali mengantarkan ummat yang merindukannya pada kemenangan (an-nashr) dan kejayaan (al-‘izzah).

Sejarah menunjukkan kemuliannya; Al-Qur’ânul Karîm dan kitab-kitab wahyu lainnya turun di bulan mulia ini, pembersihan berhala-berhala kaum musyrikin suku Quraisy yang menghiasi sekeliling ka’bah terjadi di bulan ini, perang badar kubra yang disebut-sebut sebagai yaumal taqal jam’ân juga terjadi di bulan ini, persiapan fathu Makkah terjadi di bulan ini, dibebaskannya Muslimin dari Romawi Byzantium juga terjadi di bulan ini, dihalaunya tentara Tatar dari bumi Muslimin juga di bulan ini.

Bahkan, banyak peristiwa-peristiwa besar abad ini terjadi di bulan mulia Ramadan; terusirnya tentara beruang merah Uni Soviet dari bumi Afghanistan dan terbebasnya bangsa Checnya dari cengkraman Rusia, itu pun terjadi di bulan Ramadan. Dan tak kalah pentingnya negeri yang kita cintai diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945 bertepatan dengan waktu dhuha, hari jum’at di bulan agung Ramadan.

Dalam konteks kesejarahan, para cerdik pandai telah menunjukkan betapa sejarah telah banyak menyumbangkan pelajaran untuk diambil hikmahnya oleh generasi saat ini. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, berjaya dan hancurnya tidak lepas dari sebab-sebab yang mempengaruhinya.

Sekedar contoh yang menggambarkan kejayaan masa silam, 800 tahun lamanya kaum Muslimin menguasai Benua Eropa.

Apa yang menyebabkan mereka bertahan dengan waktu yang begitu panjang, lalu terjatuh begitu saja di tengah-tengah tumpukkan puing-puing peradaban masa keemasan. Akhirnya, kita hanya bisa berbangga dengan masa lalu itu, namun hakikatnya kita tengah merintih dan meratapi kekalahan peradaban di hari ini.

Para sejarawan mengakui, ada pilar-pilar kekuatan yang mengantarkan mereka mampu bertahan selama itu. Ketika pilar-pilar itu ditegakkan, maka berjaya dan digdayalah suatu bangsa. Sebaliknya, apabila pilar-pilar itu tidak dapat ditegakkan, maka robohlah suatu bangsa.

Adapun pilar-pilar yang dimaksud adalah: Pertama, ‘Âdilun umarâuhum; yakni keadilan para pemimpinnya (umara: penguasa). Kedua, ‘Âlimun ‘ulamâ’uhum; yakni kecerdasan para cerdik pandainya (ulama: ilmuwan, sarjana).

Ketiga, Samâhatun aghniyâuhum; yakni kedermawanan para saudagarnya (aghniya: orang-orang kaya).

Keempat Syajâ’atun ‘askariyâtuhum; yakni keberanian para tentaranya (‘askar: ksatria, ponggawa, prajurit, penjaga negara).

Dengan meminjam definisi yang disampaikan Abu Hâmid al-Ghazaly (pemilik kitab monumental Ihyâ ‘Ulûmiddîn) tentang “mengambil pelajaran”, yaitu:

“Makna i’tibar adalah seseorang yang menyebrangkan apa yang diingat kepada suasana yang lain tanpa batas waktu”

Semoga Allah ‘azza wa jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang pandai mengambil pelajaran dari bentangan sejarah panjang masa silam untuk dijadikan pelajaran hari ini. Dengan berbekal berkahnya Ramadan, kiranya Allah mengantarkan kita pada suasana aman, rasa nyaman dan semangat iman, kedamaian, keselamatan dan semangat ke-Islaman serta beragam petunjuk dan kebaikan.

Aqûlu qaulî hâdzâ wa astaghfirullâha lî wa lakum.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *