Proxy yang Tak Dianggap

PAGI hari diawal tahun 2018, saya mendapatkan belasan pesan ucapan Selamat Tahun baru dari beberapa teman. Tak banyak yang saya balas pesan mereka, hanya satu dua yang sempat terbalas. Itupun, hanya ucapan pendek saja. Namun, masih ada saja teman lebih tepatnya sahabat yang ketika pesannya tidak dibalas langsung telepon dan bertanya kenapa pesan tidak dibalas?. Apakah salah mengucapkan Selamat Tahun baru atau dilarang dalam kenyakinanmu.

Mendengar ucapan temanku lewat Telepon itu saya hanya bisa mengatakan ‘Untuk saat ini belum selamat, besok Kamis atau Jumat Insya Allah‘. Nada tegang dengan suara lantang, kembali bisa pudar dengan suara ketawa sahabatku ini. Saya, memaklumi sahabatku berkata seperti itu. Kondisi dan keadaan yang hidup di negara orang lain dan faktor keberuntungan untuk memiliki orang tua tidak didapatkannya, terkadang membuat cepat emosi dan besikap kasar adalah hal yang wajar.

Bacaan Lainnya

Itulah, Sahabatku yang pertama kenal pada saat SMA dulu. Meski dia beda kenyakinan denganku, tapi saya selalu menghormatinya bahkan untuk urusan cinta tanah air saya paling hormat padanya. Bukan karena apa-apa, tapi tentang pemikirannya yang jauh tau soal itu. Terakhir dibulan Oktober 2017 kemarin, dirinya sempatkan mengajari saya soal cinta tanah air lewat sambungan telepon.

Waktu itu, beberapa media membahas tentang pernyataan Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tentang Proxy War yang populer di tahun 2014, dan kemudian isu itu kembali hangat hingga akhir-akhir jabatannya. Ya memang saya secara detail tidak mengetahui apa itu Proxy war, tapi melalui sahabatku inilah saya bisa tau apa itu Proxy War.

Awalnya saya sempat tidak percaya dia bisa sebegitu hebatnya tau soal itu, toh saat ini sahabatku sedang tak berada bekerja sekaligus belajar di Negeri orang. Tapi itulah cinta, bisa dirasakan jika kita saat berjauhan dengan obyeknya. Beda cerita jika kita selalu ada dan tinggal di obyek itu, rasa cinta dan memiliki (Tanah air) kadang tidak dirasakan. Baru setelah ditinggalkan pasti terasa.

Ucapan pengamat yang pinter-pinter mengatakan, ‘kita (Negara) tidak akan diserang atau di invasi oleh militer negara lain dalam waktu jangka panjang’ sangatlah logis dan ada benarnya juga. Tapi waktu itu bertanya kepada sahabat saya, kenapa pengamat berbicara seperti itu, dan apakah negara asing tidak memiliki kepentingan atau mungkin mereka tidak berani dan takut kepada negara ini?

‘Bukan itu, bahkan sebaliknya jawab sahabatku ini. Mereka sebetulnya sangat berani dan kepentingan mereka saat ini sudah mendesak. Namun karena mereka adalah negara dan rakyatnya pinter-pinter dan juga cerdas, maka penyerangan yang dilakukan secara sistematis dan terselubung. Kita jangan lupakan sejarah bahwa mereka adalah ‘Liciker’ dan ‘Caluser’ Sejati. Nurani mereka tidak terusik saat melihat mayat anak-anak dan para wanita bergelimpangan tak terurus dijalanan demi kepentingan mereka.

Untuk urusan ini, janganlah menggunakan standar hatimu yang baik itu untuk menilai. Hati mereka secara umum tidak sebaik kita-kita. Ya ada beberapa yang baik, tapi tidak banyak hanya beberapa artis Hollywod saja yang baik, itupun kalau artisnya udah yang punya segalanya.

Kalau ada yang mengatakan, ada alasan negara belum pernah melakukan perang dengan negara kepulauan juga sangat masuk akal, kerena selama ini negara mereka tidak punya pengalaman berperang di Negara Kepulauan. Jika pulau yang satu diserang, maka pulau lain datang untuk mengepung. Tapi meski begitu, jika negara kita di analogikan sebuah rumah dan pintunya dicopot, jendelanya dibuka, dindingnya dibolongin biar istri dan anak serta barang-barang dilihat dari luar maka apa yang akan terjadi, pikirkan lah sendiri.

Kekayaan kita melimpah, marketnya sangat potensial, tapi sayang dengan jumlah penduduk 262 juta jiwa kebanyakan dalam kondisi siap shoping atau belanja saja. Lebih lucunya lagi gampang dimainkan. Coba saja lempar isu atau Opini yang cakep, pasti pada ribut, brisik dan nyampah di Media Sosial (Medsos). Alhasil tanggapan masyarakat awam yang tidak tau apa-apa membuat jadi sedih.

“kalau begitu apa yang dilakukan mereka saat ini?”,tanyaku. “Untuk sementara kita berdoa atas kenyakinan masing-masing dan kemudian makan dan jangan lupa kasih tetangga, hahahah”Jawabnya sambil tertawa.
Tapi, ini serius isu Proxy War atau perang dengan menggunakan pihak ketiga atau dalam kata lain adu domba nyata bisa terjadi. Dan aroma itu sudah mulai dimainkan saat ini. Bahkan sudah ada korbanya.

Jangan udah kebobolan baru ramai, saling menyalahkan. Udah sekarang baik-baik dengan saudaramu sebangsa dan tanah air, jangan rese (menyebalkan) dengan saudaramu sendiri. Ingat calon musuh kita cerdas-cerdas dan mereka tidak mungkin melakukannya dengan cara oran bego untuk menyerang.

Belum terjadi, tapi pertanda sudah didepan mata. Tapi, sayang kata-kata ini tidak dianggap, maka yang terasa adalah sakit hati. Gimana gak sakit, kalau nanti negara kita tinggal sejarah yang dibahas anak-anak generasi selanjutnya. Dan, bahkan jika benar terjadi kekacauan kelak, kemudian tuhan kasih selamat kepada keturunan kita. Mungkin dia (keturunan kita) akan membaca dalam sejarah bahwa Ayahnya atau Kakeknya adalah penghianat bangsa bagi negara baru dibentuk kelak setelah kacau.

Pernyataan sahabatku mungkin ia mungkin tidak. Tapi, rasa-rasanya lebih banyak benarnya. Mungkin dia merasakan kekhawatiran tersebut karena tinggal diluar, beda cerita rasanya jika tinggal didalam Negeri. Inginnya saling menjatuhkan antara saudara, teman sendiri dengan bawa-bawa isu Agama, Ras dan Suku yang tidak jelas. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *