Kucing Jembatan

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan/Net

Yang seperti itu, kalau ketahuan, bisa dihukum mati. Itulah sebabnya mereka sampai tanda tangan darah.

Bacaan Lainnya

Saat di Anhui Deng Xiaoping mendengar itu.

Pulang ke Beijing Deng mengubah total kebijakan ekonomi Tiongkok. Ia ciptakan istilah kucing hitam dan putih. Para petani di Xiao Gang dijamin keamanan mereka. Bahkan sistem Xiao Gang dikembangkan ke seluruh negeri.

Kini dibangun museum di desa Xiao Gang. Saya ke museum itu. Melihat dokumen yang diberi cap jempol darah.

Mulailah Tiongkok berubah. Sepulang dari Huangshan Deng jadi tokoh sentral. Tiongkok kian makmur. Tapi, yang hebat, Deng tetap tidak menjadi presiden Tiongkok. Tidak pernah pula jadi panglima tertinggi Tentara Pembebasan Rakyat.

Saya juga pernah ke bengkel, tempatnya Deng dibuang di Nanchang. Bengkel itu juga sudah jadi museum pembuangan Deng Xiaoping.

Sampai di museum Deng di Nanchang hasil pemeriksaan kesehatan saya  belum juga sampai di HP saya. Maka saya berpikir harus ke mana lagi.

“Kita ke Huangshan saja,” kata saya. “Kan sudah dekat dari sini,” ujar saya ke teman di Nanchang.

“Satu jam dengan kereta cepat,” jawabnya.

“Berangkat,” jawab saya.

“Kita pakai mobil saja. Lebih fleksibel. Di Huangshan bisa ke mana-mana dengan mobil,” kata teman itu.

“Saya ikut saja,” jawab saya.

Teman itu lantas memandangi saya. Seperti tiba-tiba ingat saya sudah berumur 71 tahun. Apakah akan kuat mendaki ke Huangshan yang 2.600 meter. Curam pula.

“Saya sudah latihan naik bukit Pangandaran,” gurau saya atas keraguan itu.

Tentu saya ingat Deng Xiaoping. Yang ketika mendaki Huangshan berumur 71 tahun. Padahal, waktu itu, belum ada cabe car segala.

Untung saya dulu pernah ke Taishan dan Wuyishan. Dua hari lima gunung ternama yang disebut itu. Dan kali ini, dari Nanchang saya pun ke Huangshan. Berarti tidak perlu lagi ke dua gunung yang lain. (*)

Pos terkait