Sinyal Untuk Sabrina

Sang ayah juga tidak tahan melihat nasib putrinya. Seumur hidupnya Ren tidak pernah muncul. Apalagi memberi keterangan pers. Ren tidak pernah mau diwawancara wartawan. Minggu lalu South China Morning Post bikin kejutan. Memuat wawancara dengan Ren. Sangat bersejarah. Pertama kali mau tampil di media. Bahkan mau difoto dengan posisi elegan. Di tengah loby utama kantor pusat Huawei.

Sang ayah sangat bijak. Tidak membela Sabrina dengan langsung. Tidak menyerang siapa pun. Tidak agresif. Strategi komunikasinya luar biasa. Ibarat ahli strategi public relation. Boleh ditiru siapa pun. Boleh dikata Ren hanya curhat. Atas tuduhan yang selama ini dibombardirkan Amerika: bahwa Ren itu bekas tentara. Anggota partai komunis. Huawei dipakai alat untuk intelijen. Disusupkanlah alat mata-mata di dalam peralatannya.

Bacaan Lainnya

Ren tidak langsung membantah tuduhan itu. Ia hanya menceritakan latar belakang keluarganya. Ayah-ibunya. Yang nasibnya sangat buruk. Ren menceritakan terjadinya revolusi kebudayaan di Tiongkok. Tahun 1966-1970. Ketika ia masih remaja.

Saat itu komunis melakukan kekejaman yang luar biasa. Orang-orang pinter ditindas. Intelektual dihinakan. Orang kaya dianggap setan. Yang harus dibasmi. Dihajar. Dibunuh. Paling beruntung kalau dikirim ke desa. Disuruh mencangkul. Dengan pengawasan kejam dari petugas partai. Dengan ransum makanan yang minimal.

Kelaparan melanda seluruh negeri. Kesengsaraan di mana-mana. Kata Ren, ayah ibunya dimasukkan dalam incaran partai. Yang harus disiksa. Dianggap kapitalis. Untuk menyelamatkan diri keluarganya masuk partai. Menyatakan tobat jadi kaya. Menyatakan selama ini telah menjadi setan desa. Racun masyarakat.

Ren yang saat itu masih remaja ikut saja. Ikut kerja paksa di lahan pertanian. Ia menjadi komunis karena menghindari nasib buruk keluarga. Siapa yang tidak memilih masuk partai dalam keadaan seperti itu.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *