Hergun: Jangan Ada Tebang Pilih Kasus Korupsi

RADARSUKABUMI.com – JAKARTA– Pemberantasan korupsi jika pertimbangkan aspek sosiologi dan budaya, lebih baik kedepankan pencegahan ketimbang penindakan. Hal tersebut diutarakan Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Heri Gunawan dalam keterangan tertulisnya menyikapi Hari Anti Korupsi Sedunia yang jatuh pada 9 Desember. “Pencegahan korupsi tidak saja untuk meningkatkan kredibilitas bangsa dan negara, tetapi juga untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan ekonomi nasional,” katanya.

Melalui pendekatan itu, diharapkan lembaga antirasuah bisa mencegah terjadinya pelanggaran hukum. “Dalam sisi law and society, kalau ada orang terindikasi lebih baik kita ingatkan supaya sadar. Ketika sudah diingatkan tapi masih terus, itu baru jadi sasaran,” tutur Heri Gunawan.

Bacaan Lainnya

Pada tahun 2018 ini, The World Economic Forum merilis peringkat negara yang melakukan korupsi. Menurut data tersebut, Indonesia berada di peringkat dengan skor indeks 37. Berdasarkan data indeks persepsi korupsi Transparansi Internasional, misalnya, di 2017 Indonesia berada di peringkat dengan skor 37. Skor tersebut sama dengan skor di 2016.

Sejak awal 2018 hingga saat ini tercatat sudah ada 37 jumlah OTT, jumlah ini lebih banyak dibanding tahun 2016 yang hanya 19 OTT. Tapi faktanya indeks persepsi korupsi kita justru stagnan. Dari sini saja kita bisa melihat kinerja pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi jalan ditempat, bahkan tertinggal. “Ini menandakan pemberantasan korupsi tidak cukup melalui penindakan, tapi juga dibutuhkan komitmen pencegahan korupsi dalam berbagai aspek,” tukas Heri.

Diungkapkannya, Asian Corporate Governance Association dan CLSA mengeluarkan rating ‘CG Watch’, yaitu studi penerapan corporate governance (CG) di Asia-Pasifik. Corporate Governance’ Indonesia Memburuk.

Diantaranya, pertama, Indonesia rangking terbawah dari 12 negara yang disurvei. Kedua, Indonesia dianggap lemah pada skor government & public governance, regulators, reform, enforcement, dan investors.

Ketiga,Pemerintah tidak berhasil mendorong perbaikan corporate governance di Indonesia, dimana problem utamanya justru ada di pemerintah sendiri.

“Minimnya upaya pembenahan pemberantasan korupsi, diperburuk dengan lemahnya komitmen pemerintah terhadap pencegahan korupsi di tubuhnya sendiri. Ini tercermin dari terlibatnya sejumlah kementerian dan lembaga yang justru tersandung kasus korupsi besar. Seperti kasus korupsi di Direktorat Pajak, Kejaksaan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Desa, juga Kementerian Agama,” terang Heri Gunawan.

hanya itu, korupsi juga terjadi pada proyek-proyek infrastruktur yang sedang dijalankan pemerintah. Berdasarkan catatan ICW, pada tahun 2017 terdapat 241 kasus korupsi dan suap yang terkait pengadaan sektor infrastruktur, potensi pelanggaran akan semakin besar. Apalagi jika proyek infrastruktur dipaksakan untuk selesai 2019.

“Rendahnya komitmen pemerintah yang tercermin dari berlarut-larutnya pengungkapan beberapa kasus malah pemerintah terkesan berupaya mengalihkan tanggung jawab dan menghindar. Ini tentunya akan menjadi preseden buruk,” tegasnya.

Menurut Heri, Keseluruhan itu tentunya dibutuhkan penguatan kolaborasi dan sinergi penguatan kerjasama antara  Kementerian,Lembaga,Daerah,pemangku kepentingan dalam upaya pencegahan korupsi serta penguatan pelaksanaan reformasi birokrasi serta perbaikan tata kelola sistem peradilan secara terpadu dan integritas penegakan hukum.

“Hari anti korupsi sedunia pada 9 Desember ini, harusnya menjadi momen pemerintah untuk lebih serius dalam mendorong agenda pemberantasan korupsi, tapi juga bagi upaya penegakan hukum yang lebih luas. Harus ada upaya lebih substantif. Kita tak ingin terjadi juga kasus-kasus tebang pilih apalagi didasarkan kepentingan politik jangka pendek. Inilah tantangan besar kita,” pungkasnya.

(feb)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *