Resmikan Pusiba Al-Azhar di Indonesia

SEREMONI: Menag Lukman Hakim Saifuddin menghadiri peresmian Pusiba Al Azhar di Universitas Islam Assyafiiyyah, Jatiwaringin, Bekasi, Senin (29/7).

BEKASI, RADARSUKABUMI.com – Menag Lukman Hakim Saifuddin menghadiri peresmian Pusat Studi Islam dan Bahasa Arab (Pusiba) Al Azhar di Indonesia. Acara berlangsung di Universitas Islam Assyafiiyyah, Jatiwaringin, Bekasi, Senin (29/7).

Peresmian Pusiba ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Deputi Grand Syekh Al-Azhar, Syekh Shaleh Abbas bersama Menag Lukman Hakim dilanjutkan dengan pengguntingan pita gedung Pusiba.

Bacaan Lainnya

Tampak hadir, Wakil Ketua DPD RI Ahmad Muqowwam, pimpinan Assyafiiyyah Dailami Firdaus, sejumlah alumni Al Azhar, di antaranya, Prof M. Quraish Shihab, TGB. M. Zainul Majdi, Kepala LPMQ Muchlis M Hanafi, dan civitas akademika Universitas Assyafiiyyah.

“Atas nama pribadi dan pemerintah Indonesia, saya menyampaikan apresiasi kepada Al-Azhar al-Syarif di Mesir, para ulama dan alumninya yang selalu konsisten mengembangkan kehidupan dan dakwah keagamaan yang moderat dan toleran,” ujar Menag.

Menurut Menag, pandangan keagamaan dan kemanusiaan Grand Syeikh Al-Azhar, Prof Ahmad al-Thayyib, membuka wawasan berpikir banyak orang tentang pentingnya menghargai perbedaan agar tercipta kerukunan.

“Piagam persaudaraan kemanusiaan yang Grand Syeikh Al-Azhar deklarasikan bersama Paus Fransiskus di Abu Dhabi tahun 2019 ini, menjadi salah satu dokumen yang sangat berpengaruh dalam upaya mewujudkan harmoni dan perdamaian dunia,” ucap Menag.

Menag menyebut, Al-Azhar Mesir sebagai salah satu benteng moderasi Islam. Dalam kurun waktu lebih dari seribu tahun, tepatnya 1079 tahun, Al-Azhar selalu berada di garda terdepan dalam mendidik umat dan mengembangkan dakwah Islam yang moderat dan toleran, bukan hanya di Mesir, tetapi juga di seluruh dunia.

Menurut Menag, keberadaan ulama-ulama besar yang mendedikasikan ilmunya dengan ikhlas dan tradisi keilmuan Islam yang kuat dan bercirikan moderat menjadi daya tarik tersendiri bagi Al-Azhar, sehingga ribuan pelajar dari berbagai penjuru dunia datang menimba ilmu di sana, tidak terkecuali Indonesia.

“Saat ini, tidak kurang dari 6000 mahasiswa Indonesia belajar di Al-Azhar. Setiap tahun minat calon mahasiswa untuk berangkat ke Al-Azhar tidak pernah surut.Trennya selalu meningkat. Inilah yang menyebabkan pemerintah membuat regulasi, salah satunya dengan melakukan seleksi untuk diberikan rekomendasi,” imbuhnya.

Dua kali ke Mesir (2016 dan 2018), Menag mengaku mendengar keluhan dan masukan dari banyak pihak, antara lain soal kemampuan berbahasa Arab, sehingga tidak bisa langsung masuk kuliah karena harus mengikuti matrikulasi bahasa.

“Masa tunggu kuliah satu tahun, rawan memunculkan persoalan ekonomi, sosial, keamanan, keimigrasian dan lainnya,” terang Menag.
Saat bertemu Grand Syeikh dan Rektor Al-Azhar, Menag mengusulkan agar pendidikan dan pelatihan bahasa Arab bagi calon mahasiswa baru asal Indonesia dilakukan sebelum keberangkatan ke Mesir.

Menag menjelaskan, Grand Syeikh Al-Azhar menyambut baik dan mendukung usul tersebut. Gayung bersambut, Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Al-Azhar yang saat itu dipimpin, Prof M. Quraish Shihab, menindaklanjutinya. Saat ini, di bawah kepemimpinan TGB. M. Zainul Majdi, Pusat Bahasa Al-Azhar Cabang Indonesia, sudah bisa dimulai.

Menag dalam kesempatan tersebut menyambut baik kepercayaan Al-Azhar kepada Indonesia. Pusat Bahasa ini adalah cabang pertama yang dibuka di luar Mesir, dan diresmikan para petinggi Al-Azhar yang dipimpin Deputi Grand Syeikh Al-Azhar, Syeikh Shaleh Abbas.

“Tentu ini kehormatan bagi Indonesia. Saya minta para calon mahasiswa agar memanfaatkan kegiatan belajar di Pusat Bahasa ini dengan sebaik mungkin. Ke depan, persiapan calon mahasiswa Indonesia di Al-Azhar dilakukan melalui satu pintu, yaitu di Pusat Bahasa ini, karena langsung berada di bawah supervisi Al-Azhar,” jelas Menag.

(dod)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *