3.400 Siswa Kabupaten Sukabumi Lanjutkan Pendidikan di SMA Terbuka, Lewat Inovasi Sipinter KCD Wilayah V Jabar

Sipinter KCD Wilayah V Jabar

SUKABUMI– Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah V Jawa Barat mengulirkan inovasi guna mendorong Angka Partisipasi Kasar (APK). Inovasi tersebut bernama Sipinter yang merupakan kepanjangan dari Sistem Pembelajaran Inovatif SMA Terbuka.

Kepala KCD Wilayah V Jabar, Nonong Winarni mengatakan, Sipinter ini dibentuk untuk menyelesaikan persoalan pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk SMA Terbuka, khususnya di Kabupaten Sukabumi. Sebab keberadaan SMA Terbuka di Kabupaten Sukabumi sangat signifikan jika dikaitkan dengan APK yang masih rendah.

Bacaan Lainnya

Pasalnya, dari 27 kota/kabupaten di Jawa Barat, APK Kabupaten Sukabumi berada di urutan ke-25. “Ketika melihat geografis yang begitu bertebaran, kalau sistem pembelajaran yang jarak jauh hanya mengandalkan internet, ini juga tidak bisa dilakukan serta-merta secara maksimal. Maka kami mendesain sebuah sistem pembelajaran yang dikembangkan di KCD V,” kata Nonong, belum lama ini.

Jika merujuk kepada tugas pokok dan fungsi (tupoksi), KCD harus memberikan pelayanan dan pengawasan untuk SMA/SMK dalam hal peningkatan akses pendidikan. Selain itu, KCD juga dituntut untuk meningkatkan mutu dan penguatan tata kelola pendidikan.

Akses pendidikan, menurutnya, erat kaitannya dengan angka partisipasi termasuk di dalamnya APK. Hitungan APK biasanya merupakan usia sekolah, baik yang berada di pendidikan formal, maupun yang berada di pendidikan non formal, serta yang tidak bersekolah.

Dari APK, penilaian selanjutnya biasanya mengarah ke rata-rata lama sekolah. Hal itu menjadi bagian tidak terpisahkan dari indeks pembangunan manusia (IPM), termasuk indikasi kinerja. “Karena APK Kabupaten Sukabumi juga masih di bawah rata-rata Jabar artinya harus ada upaya meningkatkan aksesibilitas, bagaimana sekolah-sekolah, atau layanan pendidikan ini bisa dijangkau oleh peserta didik, salah satunya adalah dengan pembelajaran SMA Terbuka,” ucapnya.

Persoalan geografis juga tak pelak menjadi masalah rendahnya APK Kabupaten Sukabumi. Di mana jarak atau tempat tinggal peserta didik begitu jauh kepada layanan-layanan sekolah reguler. Lantaran keterbatasan ekonomi jika harus sekolah reguler, peserta didik akhirnya lebih memilih tidak melanjutkan pendidikan dari SMP ke SMA/SMK.

“Kalau berangkat reguler tiap hari harus memerlukan biaya transportasi, juga karena faktor lainnya termasuk persoalan mindset soalnya,” ucapnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *