Zero Truk Odol 2023 Didukung Warga Sukabumi, FWS : Lebih Cepat lebih baik

Truk AMDK Kecelakaan
LAKA LANTAS : Truk over dimension overload (ODOL) saat terlibat lakalantas. (foto : ilustrasi)

SUKABUMI — Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah memastikan pelaksanaan kebijakan Zero Over Dimension dan Over Load (Odol) pada 1 Januari 2023. Namun belakangan, sejumlah pengusaha yang merupakan pelaku industri meminta pemerintah agar kebijakan zero Odol 2023 ditunda setidaknya pada tahun 2025.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Forum Warga Sukabumi (FWS) T Suherman Ahong menentang keras soal adanya keinginan para pengusaha yang meminta kembali penundaan hingga 2025. Hal itu, menurut Ahong adalah akal-akalan para pengusaha yang selama ini menikmati dari hasil dari kerusakan jalan.

Bacaan Lainnya

“Ya tidak elok kalau saja pemerintah kembali menuruti pengusaha, kebijakan Zero Odol tersebut sejak 2017 telah mengalami penundaan sebanyak lima kali. Hal ini mengingat kendaraan Odol menimbulkan berbagai dampak yang sangat besar dan merugikan. Salah satunya, penghematan anggaran rata-rata sebesar Rp 43,45 triliun per tahun dari dampak kerusakan jalan, “jelas T Suherman Ahong saat dihubungi.

Menurutnya, dengan adanya Zero Odol 2023 setidaknya bisa memperhambat kerusakan jalan akibat Odol. Pasalnya, berdasarkan penelitian dilapangan hampir semua truk Odol ini melakukan aktifitasnya melebihi ketentuan muatan dari pemerintah.

“Seharusnya sudah sejak dulu Zero truk Odol ini diterapkan, dimana pemerintah bisa mengurangi kerugian akibat kerusakan jalan. Pemerintah harus tegas dan jangan mau dibohongi akal-akalan pengusaha yang jelas melanggar karena angkutan Truk Odol sudah tidak sesuai dengan kapasitasnya, “terangnya.

Lebih lanjut dirinya mengatakan, jangan sampai para pengusaha yang angkutannya melebihi tonase dibiarkan terus merusak jalan, pasalnya jalan tersebut bukan hanya milik para pengusaha tetapi milik masyarakat. Untuk itu dirinya mendesak kepada pemerintah agar tidak lagi adanya penundaan Zero Odol dengan alasan apapun.

“Jangan sampai uang kita (APBN red) habis terus menerus untuk memperbaiki jalan rusak, kalau bisa pemerintah mulai sosialisasi dan menindak truk Odol ini mulai awal tahun 2022, agar para pengusaha dan para pengendara tidak lagi melanggar, “Tegasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin menilai bahwa Pelanggaran Odol sekalipun saat ini dikategorikan sebagai tindak pidana ringan, namun memiliki implikasi pelanggaran pidana berat yaitu ketika akibat pelanggaran Odol berdampak pada sulit dikendalikannya kendaraan sehingga menimbulkan kecelakan fatal yang dapat mencederai dan bahkan menghilangkan nyawa orang lain.

“Implikasi pelanggaran pidana berat atas pelanggaran Odol ini sudah sering terjadi, Contohnya saja Kecelakaan dump truck di Tol Cipularang 2 September 2019 yang memicu tabrakan beruntun yang melibatkan 21 kendaraan dengan 10 korban jiwa, kemudian kecelakan armada angkutan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) di Subang 22 Juli 2017 yang menyebabkan 2 korban jiwa. Dan banyak lagi contoh kasusnya, ini menandakan bahwa kasus Truk Odol ini merupakan kasus serius tak boleh main-main, “tegasnya.

Belum lagi, Kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan yang merupakan tindak pidana perusakan fasilitas umum. Kemudian Pencemaran udara akibat pelanggaran baku mutu emisi oleh kendaraan yang overload merupakan tindak pidana lingkungan hidup.

Dirinya kembali merinci berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa sebanyak 60,13% armada angkutan AMDK gallon wing-box dengan estimasi berat kendaraan yang dioperasikan pada jalan raya Sukabumi – Bogor, MST 8 ton, konfigurasi sumbu 1.22, JBI 21.000 kg; memiliki kelebihan beban hingga 12.048 Kg (123,95%) bahkan 39,87% sisanya memiliki kelebihan beban 13.080 Kg (134,57%); artinya semua armada angkutan AMDK jenis ini melakukan pelanggaran Odol.

“Kalau berdasarkan hitungan dan penelitian, setiap kali Trip para pengusaha ini untuk sekitar 8,7 Juta. Itu dari total kelebihan muatan, karena para pengusaha ini hanya membayar ongkos ke para pengemudi 6,5 Juta sementara angkutannya mencapai 21.768 kg yang seharusnya hanya 9.720 Kg. Ya sekitar 124 persen kelebihannya, jadi produsen menikmati ongkos yang ditarik dari masyarakat tetapi tidak digunakan, “jelasnya.

Untuk itu, dirinya sangat menentang keras bilamana ada keinginan para pengusaha menunda Zero Odol sampai 2025. Dirinya bahkan sudah berkirim surat ke kementrian terkait soal hal tersebut. Jangan sampai alasan kemacetan dan pandemi dijadikan alasan untuk menundak Zero Odol.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *