Terkuak, Dahlan Iskan Telepon Eks Pengacara Bharada Eliezer, Hasilnya Mengejutkan

Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

JAKARTA – Pencabutan surat kuasa pengacara Bharada Eliezer alias Bharada E, Deolipa Yumara, mendapat perhatian mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dahlan Iskan menelepon mantan pengacara Bharada Eliezer itu pada Sabtu siang (13/8).

Dahlan Iskan ingin tahu mengapa surat kuasa Deolipa Yumara sebagai pengacara Bharada E mendadak dicabut. “Saya menghubungi Deolipa kemarin siang. Saya pikir Deolipa itu orang Manado. Gaya bicaranya sama sekali bukan seperti orang Jawa,” kata Dahlan Iskan dalam tulisannya berjudul Surat Kuasa, Minggu (14/8).

Bacaan Lainnya

Rupanya Deolipa diboyong ke Bitung Sulawesi Utara sejak umur 4 tahun. Karena itulah gaya bahasanya seperti orang Manado. Almarhum ayahnya anggota TNI-AL. Pangkatnya sersan mayor. Saat Deolipa kecil Sang Ayah pindah tugas ke Bitung, dekat Manado.

Deolipa sudah menjadi pengacara selama 20 tahun. Bukan pengacara biasa. Ia selalu menyebut dirinya dengan gagah: pengacara Merah Putih. Pentingnya penegakan hukum menjadi darah dagingnya. Sampai juga ke sumsumnya. Ia sangat dekat dengan para pejabat tinggi polisi, khususnya pejabat tinggi yang juga berjiwa Merah Putih.

Deolipa menceritakan awal mula diangkat sebagai pengacara Bharada E hingga surat kuasanya dicabut. Suatu siang Deolipa dibangunkan. Padahal ia baru sempat tidur dua jam. Malam sebelumnya ia tidak tidur sama sekali. Sepanjang malam. Paginya pun belum bisa tidur. Maka di hari Sabtu itu ia baru berangkat tidur pukul 12 siang.

“Saya dibangunkan sekitar pukul 14.00,” ujar Deolipa.

Deolipa dibangunkan karena ada telepon dari seseorang. “Nih, ada pekerjaan Merah Putih,” ujar yang menelepon, seperti diceritakan Deolipa kepada Dahlan Iskan.

Si penelepon adalah pejabat cukup tinggi di Mabes Polri. Deolipa langsung bergegas ke Mabes Polri. Setibanya di sana, Deolipa mendapat penjelasan apa yang telah terjadi di Duren Tiga, rumah Irjen Derdy Sambo. “Ternyata benar. Ini Merah Putih,” kata Deolipa dalam hati.

Maksudnya, ada urusan kebenaran yang harus ditegakkan. Juga ada pencemaran nama Polri yang harus dibersihkan. Terutama yang membuat kotor itu yang harus dicuci. Maka Deolipa pun diantar menemui Bharada E di tempat tahanannya. Di situlah Bharada E menandatangani surat kuasa ke Deolipa.

Deolipa pun merasa tugas itu tugas Merah Putih. Pemberi tugas pun resmi. Maka ketika kuasa itu dicabut, Deolipa terlihat sewot. Ia pun terpikir mempersoalkan fee. Ia merasa berhak meminta fee sebagai pengacara Bharada E. Sejak surat kuasa ditandatangani sampai dicabutnya.

“Saya akan menuntut fee Rp 15 triliun,” ujar Deolipa kepada media.

Menuntut siapa? “Negara. Bagi negara Rp 15 triliun kan kecil,” katanya. Untuk apa uang sebanyak itu?

“Ya kan bisa untuk foya-foya,” kata Deolipa.

Kelihatannya seperti jenaka tapi Deolipa serius, dalam arti ada apa surat kuasa dicabut. Sepertinya ada yang menginginkannya dicabut. Surat pencabutan itu diketik, bukan tulisan tangan. Berarti ada yang membuatkan. Juga tanpa alasan apa pun, meski pencabutan surat kuasa tidak harus pakai alasan.

Memang memberi dan mencabut surat kuasa hak sepenuhnya klien. Dalam hal ini Bharada E. Itu Deolipa juga paham. Tapi tetap ada pertanyaan “mengapa dan ada apa?”.

Pendiri KB UI

Dahlan Iskan menceritakan Deolipa SH, SPsi adalah alumnus Universitas Indonesia. Sekaligus sarjana hukum dan sarjana psikologi. Deolipa aktivis sejak di almamater. Ia tokoh aktivis 1998 –hanya saja tidak termasuk yang diculik Tim Mawar.

Ia juga ikut mendirikan KB-UI –Keluarga Besar Universitas Indonesia– yang sangat kritis itu. Deolipa keturunan Jombang tapi lahir di Jakarta. Di kompleks TNI AL. Karena itu Deolipa masuk SMAN 52 Jakarta.

Kampung asli ayahnya dekat Tebuireng, Jombang, dan keluarganya menjalin hubungan dekat dengan pondok “Bintang Sembilan” NU itu. Bahkan kakeknya termasuk salah satu pendiri pondok Bintang Sembilan lainnya: Lirboyo, Kediri. “Saya ini keturunan Islam,” kata Deolipa.

Bahwa namanya Deolipa itu terkait dengan hari kelahirannya: Desember-rebO-Legi-Pagi. “Lihatlah kalender lama. Tanggal 13 Desember 1972 pasti Rebo Legi,” ujarnya.

Dahlan Iskan mengaku percaya saja dengan ucapan Deolipa. “Saya tidak punya kalender lama. Mau bertanya ke Google saya ragu: apakah software Amerika punya kepercayaan pada Pon-Wage-Kliwon,” kata Dahlan.

“Saya belum pernah bertemu dengannya. Tapi ia bisa bercerita dalam sekali soal jerohan kepolisian,” tambah Dahlan.

Mantan Dirut PLN ini kemudian bertanya kepada Deolipa, jangan-jangan pernah aktif di kepolisian. Deolipa hanya tertawa lebar mendengar pertanyaan Dahlan.

“Pokoknya saya ini orang dalam lah,” jawab Deolipa.

“Pangkat terakhir Anda apa,” tanya Dahlan agak ngawur sambil memancing.

“Pangkat saya seniman,” jawab Deolipa.

Dahlan melihat foto status di HP Deolipa yang sedang memangku gitar. Deolipa gitaris. Punya grup band. “Dan inilah acara Deolipa berikutnya: konser musik. Yakni untuk mengenang Brigadir Josua. Senin minggu depan. Di Bidakara, Jakarta,” kata Dahlan.

Pos terkait