Komisi IX DPR Sarankan Buang Vaksin Kedaluwarsa, Ini Alasannya

Anggota DPR Nihayatul Wafiroh. (Susanti Sako/ANTARA)

JAKARTA — Komisi IX DPR menyarankan BPOM untuk membuang vaksin kedaluwarsa. Bila vaksin tersebut dipaksakan untuk didistribusikan bisa mengkhawatirkan masyarakat.

Saya tanyanya ke orang farmasi bahwa (vaksin kedaluwarsa, red) bisa mengkhawatirkan dengan berbagai macam alasannya,ujar anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh di sela-sela rapat Panja Vaksin Komisi IX DPR RI dengan BPOM dan Biofarma di Gedung Nusantara 1, Jakarta, Rabu (6/6).

Bacaan Lainnya

Politikus PKB itu menyarankan pemerintah untuk segera membuang vaksin yang sudah jelas-jelas dalam kondisi kedaluwarsa. Lantas, pemerintah harus segera memberdayakan vaksin halal agar menjadi pilihan masyarakat.

Apalagi tadi disampaikan ada vaksin halal yang bisa kita berdayakan. Kenapa vaksin itu tidak kita gunakan. Jadi buang, tidak bermasalah di masyarakat, trast-nya masyarakat juga baik. Kita pun juga lebih tenang, kesehatan masyarakat itu yang paling tidak bisa dinegosiasi adalah keselamatan masyarakat.

Anggota Komisi IX DPR lainnya, Ansory Siregar mengatakan, dari pengakuan kepala BPOM bahwa vaksin yang sudah kedaluwarsa akan dibuang.

Bahwa Bu Penny sebelumnya bilang bahwa semua vaksin kedaluwarsa akan dibuang semua. Ini saya dengar ya, buang, ucap Politisi PKS itu menegaskan.

Ansory menduga Kepala BPOM Penny K Lukito mendapat tekanan dari pihak luar untuk tetap menggunakan vaksin yang sudah kedaluwarsa. Lantas apa adanya tekanan, ada yang manggil ibu, ada menekan ibu, ada yang minta bertemu, tolong ini di klarifikasi, supaya saya tenang, cecar Ansory.

Dalam rapat itu BPOM diwakili Direktur Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Togi Junice Hutadjulu. Dia mengatakan, selama masa pandemi, bukan berarti BPOM kompromi dengan menggunakan standar keamanan yang tinggi terkait khasiat keamanan dan mutu.

Itu bukan kedaluwarsa, tetapi batas waktu yang kita berikan karena mempunyai data hanya pendek yakni tiga bulan, jelasnya.

Menurut dia, sesuai standar WHO diperbolehkan melakukan uji stabilitas selama tiga bulan. Dengan waktu itu, pihaknya akan terus melakukan evaluasi, apakah memenuhi syarat parameter pengujian atau tidak.

Namun kata dia, kalau ada data pengujian yang lebih panjang diberikan kepada BPOM, pihaknya akan memberikan perpanjangan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *